Di sisi lain, nasib warga Palestina justru berbanding terbalik. Sementara pemukim diberi akses leluasa, polisi pendudukan justru memperketat pengawasan. Kartu identitas jamaah diperiksa secara selektif di setiap gerbang. Beberapa orang bahkan ditahan, sehingga banyak yang akhirnya terhalang untuk masuk dan menunaikan ibadah.
Kebijakan diskriminatif ini jelas membebani warga Yerusalem. Setiap hari, mereka harus berjuang ekstra keras hanya untuk mempertahankan hak beribadah di masjid yang menjadi jantung spiritual mereka. Bagi banyak orang, situasi ini terasa seperti upaya sistematis untuk mengosongkan Al-Aqsa dari Muslim, sambil membuka jalan bagi ritual kelompok-kelompok ekstrem.
Provokasi yang terus berulang ini tentu tak luput dari perhatian dunia. Kecaman internasional pun menguat. Berbagai negara dan organisasi menilai tindakan pemukim yang didukung penuh aparat Israel sebagai pelanggaran serius terhadap status quo. Ini bukan cuma soal perasaan umat, melainkan ancaman nyata bagi stabilitas kawasan yang sudah rapuh.
Para analis terus mengingatkan: Al-Aqsa adalah bara dalam sekam. Satu percikan kecil bisa memicu kebakaran besar. Desakan untuk menghentikan provokasi ini bukan tanpa alasan. Selain mengusik ketenteraman, aksi-aksi seperti ini melanggar hukum internasional yang seharusnya melindungi situs suci di wilayah pendudukan. Situasinya semakin runyam, dan dunia menunggu tindakan nyata.
Artikel Terkait
Bencana Berulang di Sumbar, Sumut, dan Aceh: Alam Murka atau Ulah Manusia?
Banjir Bandang Sumatera Tewaskan 604 Jiwa, Solidaritas Warga Kumpulkan Rp5 Miliar dalam 3 Jam
Malam di TPU Jatisari dan Misteri Kematian Dosen yang Selalu Bilang Hukum Pidana Itu Asyik
Malam di Cirebon: Lukisan Kambing Hitam yang Mengubah Obrolan Kopi