Potensi Zakat Rp327 Triliun Tersandera oleh Ketiadaan Transparansi

- Senin, 01 Desember 2025 | 18:00 WIB
Potensi Zakat Rp327 Triliun Tersandera oleh Ketiadaan Transparansi

Tapi penghargaan atas kerja keras itu tidak lantas menutup kebutuhan akan transparansi. Justru di lembaga yang mengelola uang umat, keterbukaan adalah bagian dari ibadah itu sendiri. Tanpanya, fondasi kepercayaan perlahan bisa retak dan ambrol.

Logikanya sebenarnya jelas. Ketika sebuah lembaga transparan, kepercayaan tumbuh. Dengan kepercayaan, penghimpunan dana meningkat. Dana yang besar berarti dampak sosial yang lebih luas. Dan dampak yang nyata akan memperkuat kepercayaan itu lagi. Ini siklus yang saling menguatkan.

Sebaliknya, kalau tertutup, yang muncul adalah siklus setan: keraguan, lalu ketidakpedulian, dan akhirnya orang memilih untuk tidak berpartisipasi lagi.

Kita punya sumber daya yang luar biasa sebenarnya. Kekuatan spiritual, modal sosial, dan potensi ekonomi yang besar. Sayangnya, semuanya terpencar dan kehilangan tenaga karena tidak ditopang sistem pelaporan yang kredibel.

Sejarah Islam pernah mencatat kejayaan zakat. Di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, instrumen ini sukses mengentaskan kemiskinan. Tapi itu bukan terjadi begitu saja. Semua berkat tata kelola yang rapi, jujur, dan terbuka.

Indonesia bisa meniru jalan itu. Memulainya tidak sulit. Pertama, buka laporan keuangan seluas-luasnya. Kedua, audit harus jadi kewajiban, bukan sekadar formalitas. Situs web lembaga zakat jangan cuma jadi etalase program, tapi jadi pusat informasi yang mudah diakses publik. Dan BAZNAS, sebagai induk, harus memimpin standardisasi pelaporan nasional agar semua LAZ bergerak dalam irama yang sama.

Kalau lembaga zakat berani terbuka, umat akan membalas dengan kepercayaan. Dari sanalah cahaya zakat akan bersinar kembali.

Pada hakikatnya, zakat bukan cuma deretan angka di spreadsheet. Ia adalah harapan bagi keluarga yang kesulitan. Ia adalah pintu rezeki untuk anak yatim dan kaum dhuafa. Ia adalah pertolongan bagi yang terjerat utang. Singkatnya, ia adalah jembatan yang menyambung si kaya dan si miskin dalam ikatan kebaikan.

Kita tidak kekurangan orang, tidak kekurangan ajaran, dan juga tidak kekurangan harta. Yang masih kurang adalah kepercayaan. Dan kepercayaan hanya bisa tumbuh di tanah yang subur bernama transparansi.

Andai zakat dikelola dengan keterbukaan, ia akan kembali menjadi pelita bagi jutaan saudara kita yang masih bergulat dengan kesulitan. Saat itulah zakat menemukan ruhnya yang sebenarnya: bukan sekadar kewajiban ritual, tapi keadilan sosial yang hidup dan bernafas.

"Penulis adalah mahasiswa pascasarjana di IAI SEBI.


Halaman:

Komentar