Game Online Jadi Medan Baru Perekrutan Anak oleh Kelompok Radikal

- Senin, 24 November 2025 | 19:42 WIB
Game Online Jadi Medan Baru Perekrutan Anak oleh Kelompok Radikal

Anak Jadi Target Investasi Jangka Panjang

Anak-anak dipilih karena dianggap awam dan punya banyak kelonggaran secara hukum. Mereka jadi investasi jangka panjang buat melestarikan ideologi kelompok.

Kita ingat kasus bom Surabaya dulu. Pelakunya satu keluarga, dan proses indoktrinasinya dimulai dari sekolah. Butuh waktu lama sampai akhirnya mereka melakukan aksi. Bayangkan kalau hal seperti ini dibiarkan.

Densus 88 udah melakukan deteksi dini dengan mengamankan 110 anak dari 23 provinsi yang terpapar. Mereka akan dibina dan menjalani deradikalisasi.

Anak-anak yang paling rentan biasanya yang punya keterbatasan akses informasi. Mereka nggak punya tempat buat nanya atau cross-check, nggak dapat second opinion.

Tingkat Keterpaparan

Ada yang tingkat keterpaparannya sampai 80%, bahkan lebih. Itu level yang serius dan butuh pendekatan intensif buat pemulihannya.

Secara umum, semua yang diinvite ke grup dan terpapar konten radikal bisa dibilang sudah terpapar. Bedanya cuma di tingkat partisipasi: ada yang aktif, ada yang cuma baca, ada yang coba keluar tapi diinvite lagi berkali-kali.

Proses Deradikalisasi

Kami pakai pendekatan lembut dan humanis. Fokusnya ke masa depan anak, jaga privasi mereka, dan hindari stigma. Edukasi jadi prioritas utama, bukan penegakan hukum.

Mereka diundang ke rumah aman, dapat kunjungan dari tokoh agama, bahkan dapat testimoni dari mantan teroris yang sudah sadar. Tujuannya cuma satu: bikin mereka tersadar dan putus dari proses rekrutmen.

Varian Paham Radikal yang Menyebar

Ditemukan banyak varian, nggak cuma yang bernuansa agama. Kasus SMA 72 kemarin, misalnya, terkait paham neo-Nazi dan white supremacy. Ada juga yang terinspirasi dari teori evolusi Darwin yang disalahartikan yang kuat yang menang.

Inspirasi kekerasan yang diperoleh anak beragam. Bukan hanya terkait yang bermotif jihad agama.

Rekomendasi untuk Orang Tua dan Sekolah

Orang tua harus peka sama perubahan perilaku anak, terutama dalam penggunaan gadget. Dari 110 anak lebih yang teridentifikasi, orang tuanya rata-rata ngeluh anaknya jadi lebih menyendiri, eksklusif, dan suka mengunci diri.

Kalau udah mulai menyalah-nyalahkan ritual keagamaan atau komunitas sosial, itu tanda bahaya. Itu jembatan menuju pemikiran teror.

Orang tua punya peran kunci buat mencegah. Mereka bisa batasi penggunaan gawai, pastiin device dipakai buat hal-hal yang edukatif, dan yang paling penting rajin nanya, "Nak, lagi ngapain aja di internet?"


Halaman:

Komentar