Di tengah beredarnya surat yang memintanya mundur, Gus Yahya, Ketua Umum PBNU, menyatakan dengan tegas bahwa dirinya tak akan meninggalkan jabatannya. Surat itu sendiri ditandatangani oleh Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, pada 20 November 2025, dan konon didasarkan pada rapat harian Syuriyah.
“Saya sama sekali tidak terbesit pikiran untuk mundur,” tegasnya. Ia mengingatkan bahwa mandat yang diterimanya dari Muktamar adalah untuk lima tahun ke depan. “Ya, pada muktamar 34 yang lalu saya mendapatkan mandat 5 tahun. Karena akan saya jalani selama 5 tahun. Insyaallah saya sanggup,” ujar Gus Yahya usai menghadiri rapat koordinasi bersama sejumlah Ketua PWNU se-Indonesia di Hotel Novotel Samator, Surabaya, Minggu (23/11).
Menurutnya, rapat harian syuriyah tidak punya wewenang untuk mengambil langkah seperti itu. Apalagi memutuskan pemberhentian seorang ketua umum.
“Kalau dikatakan kemarin itu sebagai keputusan rapat syuriah, rapat harian syuriyah yang punya konsekuensi akan memundurkan ketua umum, maka saya tandaskan bahwa rapat harian syuriyah menurut konstitusi AD/ART tidak berwenang untuk memberhentikan ketua umum,” ucapnya dengan nada tenang namun pasti.
Ia melanjutkan, “Memberhentikan fungsionaris yang lain saja tidak. Memberhentikan misalnya salah seorang wakil sekjen itu rapat harian syuriah tidak bisa. Memberhentikan misalnya ketua lembaga rapat harian syuriah tidak bisa apalagi ketua umum.”
Karena itu, Gus Yahya menilai surat tersebut tidak sah secara konstitusional.
“Jadi maka kalau kemudian rapat harian syuriyah ini menyatakan atau membuat satu implikasi untuk memberhentikan ketua umum, maka itu tidak sah,” tegasnya lagi.
Artikel Terkait
dr. Tifa Buka Suara soal Pergantian Kuasa Hukum di Tengah Sorotan Media
Reputasi di Ujung Tanduk: Ketika CSR Berubah Jadi Bumerang bagi Korporat
Gempa Dangkal Guncang Parigi Moutong di Pagi Buta
Roy Suryo Cs Dituding Mau Berdamai, Pengkhianatan di Ujung Tangan?