Memang, dalam poin resolusi disebutkan bahwa militer Israel akan menarik diri secara bertahap dari Gaza. Tapi sayangnya, ketentuannya tidak tegas dan tidak mengikat. Penarikan itu hanya akan dilakukan berdasarkan standar dan milestones yang disepakati, seiring dengan tercapainya stabilitas oleh Pasukan Stabilitas Internasional. Padahal, seharusnya militer Israel segera angkat kaki dari Gaza setelah gencatan senjata dan pertukaran tahanan selesai.
HNW berharap negara-negara Arab dan anggota OKI yang menjadi saksi dalam penandatanganan gencatan senjata di Syarm Syaikh termasuk Indonesia bisa berperan lebih besar. Mereka harus terlibat dalam Dewan Perdamaian atau Pasukan Stabilitas Internasional, serta memastikan resolusi ini dijalankan secara adil untuk bangsa Palestina. Tujuannya jelas: mewujudkan negara Palestina merdeka, menghentikan perang, dan membangun kembali Gaza.
"Yang perlu ditekankan adalah Dewan Perdamaian dan Pasukan Stabilitas Internasional itu sifatnya hanya sementara, hanya untuk memastikan perang berhenti, dan Israel tidak lagi melakukan penyerangan," ujarnya. Gaza, katanya, harus dibangun kembali dan dikelola sendiri oleh Bangsa Palestina. Apalagi pihak Hamas sudah menyatakan menerima pengelolaan Gaza nantinya oleh para teknokrat independen yang berasal dari Palestina sendiri, bukan bangsa lain.
Pandangan HNW ini sejalan dengan pernyataan Kementerian Luar Negeri RI. Meski menyambut baik resolusi ini karena mementingkan keberlanjutan gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan untuk Gaza, Kemenlu menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak, khususnya Otoritas Palestina. Mereka juga menyerukan mandat PBB yang jelas bagi pasukan penjaga perdamaian untuk mewujudkan solusi dua negara sesuai hukum internasional. Sebelumnya di New York, Menlu RI menegaskan bahwa "Gaza dan masa depannya tetaplah harus milik warga Palestina".
Oleh karena itu, HNW berharap Pemerintah Indonesia bisa berperan lebih besar bersama negara-negara yang mengakui Palestina sebagai negara merdeka, terutama negara Arab dan anggota OKI. Kolaborasi dengan negara-negara mediator seperti Turki, Qatar, dan khususnya Mesir yang ditunjuk sebagai perwakilan sangat penting untuk memastikan resolusi ini berjalan adil.
"Jadi, meski beberapa poin dalam Resolusi DK PBB ini sangat tidak adil terhadap bangsa Palestina, semoga dalam pelaksanaannya bisa dilakukan secara objektif dan adil," harap HNW. Pelaksanaannya harus komprehensif, merujuk pada seluruh resolusi PBB terkait Gaza dan Palestina, termasuk fatwa ICJ tentang ilegalnya pendudukan Israel, serta pengakuan lebih dari 150 negara anggota PBB terhadap Palestina sebagai negara merdeka.
"Dan hal yang utama adalah agar melibatkan bangsa Palestina dalam mewujudkan berdirinya negara Palestina merdeka dan berdaulat," pungkasnya. Membangun wilayahnya, lalu melaksanakan hak menentukan nasib sendiri itulah wujud nyata negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. Ini juga menjadi hutang sejarah Indonesia terhadap Palestina, bangsa yang dahulu termasuk salah satu yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia.
Artikel Terkait
Gus Yahya Bantah Terima Surat Ultimatum Mundur dari Ketua Umum PBNU
Banding Razman Arif Nasution Ditolak, Vonis 1,5 Tahun Penjara Dikuatkan
Begal Sadis Serang Warga di Flyover Kampung Melayu, Motor PCX Raib
China Gebuk Protes ke PBB, Jepang Dikecam Soal Komentar Intervensi Militer di Taiwan