Isu ini, lanjutnya, membuat citra Gus Yahya di mata kiai sepuh semakin tercoreng. Banyak yang merasa PBNU butuh figur yang bersih dari kontroversi demi menjaga marwah organisasi.
Huda membeberkan tiga alasan mengapa situasi ini justru menguntungkan Cak Imin. Pertama, narasi bahwa Gus Yahya kehilangan dukungan ulama sepuh jadi kian kuat. Ketika Rais Aam yang notabene posisi tertinggi di syuriah meminta mundur, artinya legitimasi Gus Yahya dipertanyakan. Dan dalam kultur NU, restu kiai sepuh adalah segalanya.
Kedua, ruang gerak untuk jaringan PKB berpotensi terbuka lebih lebar. Jika Gus Yahya benar-benar mundur atau melemah, kader dan pengurus yang dekat dengan PKB punya peluang kembali mengambil peran, terutama di tingkat PWNU.
Yang ketiga, persepsi publik tentang rivalitas ini jelas dimenangkan oleh kubu PKB. Huda bilang, dalam politik, siapa yang terlihat bertahan dan siapa yang diminta mundur sudah bercerita banyak.
“Persepsi adalah nyawa dalam dunia politik. Dan saat ini, angin kemenangan berhembus ke arah Cak Imin,” tegasnya.
Konflik elite ini berisiko membawa PBNU ke situasi kritis, terutama dalam menjaga netralitas politik. Kiai-kiai di lapangan dilaporkan mulai resah karena polemik internal ini mengganggu aktivitas struktural dan kerja-kerja keumatan di akar rumput.
Bagi Huda, masa depan PBNU pasca-polemik ini akan sangat menentukan arah hubungan organisasi dengan partai politik, sekaligus stabilitas internal NU ke depannya.
“Kalau PBNU gagal menemukan titik tenang, polarisasi bisa makin melebar. Padahal, peran NU sangat vital dalam menjaga moderasi dan stabilitas bangsa,” pungkasnya.
Artikel Terkait
Langkah Karyawan Telkom di GBK Berbuah Bibit Mangrove
Dedi Mulyadi Ungkap Konsep Kuno Sunda untuk Tangkal Bencana Alam
Pasangan Suami Istri Hadapi Dakwaan Penyiksaan PMI, Jaminan Ditetapkan 20 Ribu Ringgit
Dandim Mimika Ramaikan Festival Dayung dan Seni Budaya di Pomako