Pada 13 November lalu, Mahkamah Konstitusi membuat keputusan yang bakal mengubah banyak hal. Lewat Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, mereka menegaskan bahwa anggota Polri aktif dilarang menduduki jabatan sipil. Syaratnya jelas: mereka harus mengundurkan diri atau pensiun dulu dari dinas kepolisian. Aturan ini berlaku tanpa kecuali, bahkan untuk penugasan yang hanya berdasarkan perintah Kapolri semata.
Yang menarik, keputusan ini muncul di waktu yang berdekatan dengan pembentukan Komisi Percepatan Reformasi Polri oleh pemerintah. Komisi yang diresmikan lewat Keppres Nomor 122P/2025 pada 7 November ini punya sepuluh anggota. Menurut sejumlah pengamat, momentum ini bisa dimanfaatkan Polri untuk mempercepat agenda reformasi internal yang selama ini dinilai berjalan lambat.
Keberadaan personel kepolisian di lembaga sipil memang selalu jadi perdebatan. Pemisahan TNI dan Polri pasca reformasi seharusnya mengubah karakter Polri menjadi kekuatan sipil bersenjata. Tapi dalam praktiknya, budaya militeristik masih kerap terasa. Padahal, UU Nomor 2 Tahun 2002 sudah mengatur dengan gamblang tentang tugas pokok Polri: menjaga keamanan, menegakkan hukum, serta melayani masyarakat.
Rancu dan Tidak Relevan
Dengan tugas yang spesifik itu, sungguh aneh ketika perwira Polri malah ditempatkan di instansi yang tidak ada hubungannya dengan penegakan hukum. Ambil contoh penempatan di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Lemhannas, atau bahkan DPD. Posisi yang seharusnya bisa diisi ASN biasa justru diambil alih oleh personel kepolisian yang kompetensinya belum tentu cocok.
Kalau kita lihat ke belakang, praktik semacam ini menimbulkan masalah yang tidak main-main. Pertama, dari sisi pengelolaan SDM di lembaga sipil. Kehadiran Polri bikin sistem merit jadi terganggu. Bukan rahasia lagi, sering muncul ego sektoral di mana personel Polri merasa lebih tinggi dari ASN. Memang tidak semua begitu, tapi fenomena ini cukup banyak dikeluhkan.
Dampaknya? Banyak ASN yang minta mutasi ke instansi lain yang benar-benar sipil. Mereka merasa tidak nyaman bekerja di lingkungan campuran seperti itu.
Masalah kedua menyangkut kinerja personel Polri itu sendiri. Karena masa tugasnya terbatas, kerja mereka sering tidak optimal. Di beberapa tempat, posisi di lembaga sipil cuma jadi batu loncatan untuk naik pangkat atau sekadar mengisi waktu karena tidak ada posisi di satuan asal.
Di sisi lain, keberadaan Polri di ranah sipil ini memicu keinginan serupa dari TNI. Revisi UU TNI tahun ini konon juga dipengaruhi oleh kecemburuan terhadap "adik" mereka ini. Kalau Polri saja sudah bikin tidak nyaman, bayangkan jika TNI juga ikut-ikutan.
Artikel Terkait
Aturan BPJS Non-Berjenjang Terganjal Kesiapan Kamar Pasien
Lima Jurus Ampuh agar Doa Tak Hanya Sampai di Langit
Tim Hukum Untag Semarang Desak Pengungkapan Fakta di Balik Misteri Kematian Dosen Muda
Jalan di Sriharjo Bantul Ambles, Warga Terpaksa Tempuh Jalur Memutar