✍🏻 Balqis Humaira
Gue selalu geleng-geleng setiap kali mendengar pernyataan semacam ini: “Tidak ada kewenangan mereka mengatur saya untuk tunjukkan ijazah asli.” Kalimatnya memang terkesan kalem, bahkan diplomatis. Tapi getar politiknya? Rasanya seperti orang yang ditanya hal sederhana, tapi jawabannya berbelit-belit seakan-akan rakyat tak punya hak untuk bertanya apa pun.
Ini bukan soal benci atau dukungan buta pada satu pihak. Bukan pula sekadar permainan oposisi. Ini lebih mendasar: soal standar minimal yang harus dipenuhi seorang pejabat publik di negara yang mengaku demokratis. Karena dalam politik, gestur kecil sering kali bicara lebih nyaring daripada seribu konferensi pers.
Logikanya sederhana saja. Pejabat publik itu ibarat pelamar kerja, cuma perusahaannya adalah negara. Bosnya? Ya rakyat. Jadi ketika rakyat bertanya, “Bang, ijazahnya mana?”, itu bukan penghinaan. Itu bagian dari kontrak sosial. Hal paling mendasar dari transparansi.
Nah, ketika muncul penolakan, vibe-nya langsung terasa aneh. Bukan berarti otomatis salah, tapi kok rasanya ganjil. Mirip kayak lo minta nota di warung, terus penjualnya bilang, “Gak ada kewenangan Anda minta nota.” Siapa sih yang nggak bakal curiga?
Artikel Terkait
Video Gerak-Gerik Mantan Pejabat di Singapura Picu Sorotan Warganet
Misteri Kematian Dosen Untag: Asmara Gelap Perwira Polisi di Balik Pintu Kostel
5 Drama Korea Romance Fantasi yang Bikin Klepek-Klepek, dari Gumiho hingga Tukar Jiwa
Seni Tanpa Kata Ramaikan Taman Fatahillah, JakMime Fest 2025 Siap Meriahkan Kota Tua