Di sisi lain, praktik hukuman mati di Korea Utara memang sudah jadi rahasia umum. Ini adalah alat kontrol yang brutal. Bahkan, menurut sejumlah laporan seperti dari BBC, eksekusi bisa dilakukan untuk hal-hal yang dianggap sepele oleh dunia luar, seperti menonton film atau drama dari luar negeri.
Lembaga hak asasi manusia seperti The Advocates for Human Rights terus menyoroti hal ini. Mereka mendesak Pyongyang untuk setidaknya memberlakukan moratorium, menghentikan eksekusi untuk sementara. Hukuman mati, jika memang harus ada, seharusnya hanya untuk kejahatan paling berat sesuai standar global. Bukan untuk kesalahan administratif atau kegagalan mengatasi banjir.
Namun begitu, di negara dengan rezim tertutup seperti ini, desakan internasional seringkali hanya jadi gaung di ruang kosong. Nasib 30 pejabat itu mungkin sudah tamat, menjadi peringatan mengerikan bagi yang lain. Sementara itu, ribuan korban banjir masih berjuang memulihkan hidup mereka, di tengah sistem yang lebih takut pada pemimpinnya daripada pada bencana itu sendiri.
Artikel Terkait
Foto-Foto Epstein Bocor, Wajah Trump hingga Clinton Tersorot
Iran Sindir AS: Drone Shahed-136 Kami Ditiru, Bukti Teknologi Kami Diakui
Mantan Bos Olahraga China Divonis Mati, Rp556 Miliar Suap Menggantung Nyawanya
Krisis Jiwa di Barak: 85.000 Prajurit Israel Bergulat dengan Trauma Perang Gaza