Cairanmu menimbun wajah malam suara deras hujan dalam sajak.
Siraman hati mungkin perih tanah digali terangkat dari dalam.
Disiplin tak kan pernah selesai walau pagi maupun musim berpaling.
Hamba terpanas terik deru debu santapan kami.
Meski setiap hari mencari rejeki demi sesuap nasi kadang kala.
Berkoar dalam sunyi selalu menanti penata peduli semua ini.
Berjalan kau memberi tiupan basah dan dingin.
Hening tanpa suara pasti takkan ada suara-suara lain.
Serupa keinginanmu agar akhir tahun takkan meningkat.
Waktu kami merasa telah berbeda sadarkah siapa telah mengangkatmu.
Kamu bagaikan dewa membunyikan lonceng di angkasa.
Hamba dibumi mengharap gaungan itu nyaring mempesona.
Hingga menjadikan dirimu duduk di kursi.
Sebatas menjadikan dirimu berdiri sehingga menjadikan dirimu bertahta.
Perihal suasana gelap meski pohon tumbang.
Hambal kini kecewa karena telah memilih meong di dalam kembut.
Hidanganmu adalah ujian sepanjang masa.
Gelora membelah bumi tetap kutatap malam kutatap penutup gerimis.
Pondok Petir, 22 Desember 2023
Bahwa Sajak-sajak Itu Mengucur Deras
Selanjutnya kau memberi tiupan basah dan dingin.
Hening tanpa suara pasti takkan ada suara-suara lain.
Bagaikan keinginanmu agar akhir tahun takkan beranjak.
Sendu bukan untuk negeriku.
Tetapi untuk kerut muka dan bau badannya.
Sebab di dalam istana negeriku aroma wangi saling beradu.
Sendiri-sendiri berbeda rasa.
Beragam pewangi kerap dipromosi.
Basi keringat jadi wangi bunga kasturi.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: suaramerdeka.com
Artikel Terkait
Lee Seung Gi Persembahkan By Your Side, Simbol Kesetiaan yang Menggugah
Nia Ramadhani Pilih Lesehan Liwet untuk Ulang Tahun ke-10 Mainaka
Pasangan Terduga Pelaku Teror Bunga ke dr Oky Kembali Absen di Panggilan Polisi
Brightspot 2025 Hadirkan Konsep Supermarket Ide, Kolaborasi dengan Ardhira Putra