Beberapa brand lokal bahkan sudah mulai beralih ke bahan seperti linen atau rami, yang dikenal lebih hemat air. Mereka juga tak segan menjelaskan alasan di balik pilihan bahan tersebut semacam upaya edukasi kepada konsumen tentang bagaimana pakaian yang mereka beli bisa bertahan lebih lama. Penjelasan semacam itu menunjukkan bahwa bahan dipilih dengan pertimbangan yang matang, bukan asal comot.
Transparansi asal-usul material
Rantai pasok sering kali jadi bagian yang paling gelap, padahal dampak lingkungan sebuah pakaian sangat ditentukan olehnya. Brand slow fashion umumnya berusaha terbuka tentang asal bahan baku, lokasi produksi, dan tahapan yang dilalui sebelum produk sampai ke tangan pembeli.
Bagi brand lokal, hal ini sebenarnya lebih mudah dilakukan. Produksi mereka kerap melibatkan pabrik kecil atau pengrajin yang letaknya tak jauh. Kejujuran semacam ini sulit ditemukan pada merek yang tidak punya komitmen nyata terhadap slow fashion.
Intinya, dalam dunia slow fashion, semakin pendek rantai pasoknya, semakin besar kemungkinan praktiknya lebih bertanggung jawab.
Aksi yang mendorong perubahan
Brand yang serius dengan slow fashion biasanya tak berhenti pada urusan jual-beli. Mereka juga aktif mengajak konsumen untuk merawat pakaian lebih lama, memperbaiki jika rusak, bahkan tak jarang menyediakan layanan perbaikan sendiri.
Interaksi dengan pelanggan juga banyak bicara. Brand yang terbuka menjawab pertanyaan, memberikan penjelasan detail, dan tidak menghindar dari isu-isu sensitif biasanya lebih konsisten menjalankan nilai yang mereka usung.
Penulis: Zulfa Salman
Artikel Terkait
Gaya Foto Meghan Markle Picu Polemik, Dituding Tiru Pose Sang Mertua
Sanly Liu Ukir Prestasi, Kantongi Gelar Kulit Terbaik di Miss Universe 2025
Filmore Medical Clinic: Welcome Home untuk Kesehatan Perempuan yang Tak Lagi Perlu Ragu
Warung Kopi Pangku: Kisah Piluh di Balik Tenda Pinggir Jalan