Sektor elektronik punya cerita yang agak berbeda. Anindya melihat ada titik terang: Indonesia mulai merambah rantai industri semikonduktor berkat hilirisasi mineral. Tapi jalan itu tidak mulus. "Cuma isunya salah satunya adalah insinyurnya, tenaganya," ucapnya. Soal ketersediaan SDM yang kompeten masih menjadi tantangan serius.
Suara serupa datang dari perwakilan industri. Abdul Sobur, Ketua Umum HIMKI, secara blak-blakan menyampaikan kebutuhan paling mendesak dari industri mebel dan kerajinan. "Jadi kami... mengharap dukungan konkret dari pemerintah, salah satu yang paling signifikan adalah penurunan bunga," katanya.
Skema pembiayaan ekspor via LPEI dengan bunga sekitar 6 persen memang sudah ada. Namun, menurut Sobur, plafonnya masih terlalu kecil. "Saat ini baru 200 miliar, mungkin kita minta Rp 16 triliun untuk bisa mendorong pertumbuhan ke USD 6 miliar dari saat ini, itu yang paling konkret," tegasnya.
Dari sudut pandang ketenagakerjaan, Shinta Kamdani dari Apindo menambahkan catatan penting. Mengembangkan industri bernilai tambah tinggi seperti semikonduktor bukan cuma butuh modal uang, tapi juga dukungan besar untuk pengembangan keahlian dan riset.
"Jadi mungkin dari aspek juga ketenagakerjaannya, karena kita melihat banyak industri seperti elektronik itu kita lagi masuk ke semikonduktor, itu kan membutuhkan jelas skill dan R&D yang luar biasa," kata Shinta.
Baginya, pemerintah harus hadir dengan insentif dan kebijakan pendukung. Jangan sampai beban pengembangan teknologi dan riset itu hanya ditanggung oleh pelaku usaha sendirian. Itu terlalu berat.
Artikel Terkait
ADRO Bagi Dividen Interim, Begini Cara Pemula Bisa Ikut Menikmati
Pertamina Gelontorkan 150 Ribu Tabung Elpiji Tambahan untuk Natal di Sulut
Rupiah Terseret Sentimen Global dan Peringatan Fiskal Bank Dunia
Nikel Bangkit Tiga Hari Beruntun, Indonesia Pangkas Pasokan 2026