7 Alasan Tegas Menolak Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto: Tinjauan Marhaenisme

- Jumat, 07 November 2025 | 08:50 WIB
7 Alasan Tegas Menolak Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto: Tinjauan Marhaenisme

Menolak Gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto Adalah Kewajiban Ideologis Bagi Marhaenis

Oleh: Deodatus Sunda Se (Direktur Institut Marhaenisme 27)

Wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto yang kembali mencuat harus dipahami bukan sebagai perdebatan biasa, melainkan sebagai pertarungan ideologis tentang makna kepahlawanan Indonesia. Bagi para penganut Marhaenisme, penolakan terhadap wacana ini adalah sebuah imperatif ideologis yang tidak dapat ditawar. Artikel ini akan menganalisis alasan penolakan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto dari perspektif Marhaenisme.

Marhaenisme sebagai Fondasi Perlawanan

Marhaenisme, yang digali Soekarno dari realitas kehidupan rakyat jelata, merupakan antitesis dari segala bentuk penindasan termasuk kapitalisme, imperialisme, dan feodalisme. Ideologi ini bertujuan membebaskan kaum Marhaen - petani kecil, buruh, pedagang kecil, dan nelayan - dari eksploitasi struktural. Cita-citanya adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya.

Pengkhianatan terhadap Sosio-Demokrasi

Rezim Orde Baru di bawah Soeharto melakukan pembunuhan terhadap sosio-demokrasi baik dalam politik maupun ekonomi. Sistem politik dibangun sebagai alat legitimasi kekuasaan dengan pemilu yang hanya menjadi formalitas. Di bidang ekonomi, Orde Baru membangun kapitalisme kroni yang mengakibatkan terkonsentrasinya kekayaan di tangan segelintir elite. Warisan sistem ini masih terlihat hingga kini dalam bentuk oligarki dan ketimpangan struktural.

Penyimpangan terhadap Sosio-Nasionalisme

Soeharto mengkhianati sosio-nasionalisme dengan mereduksi nasionalisme menjadi alat legitimasi kekuasaan. Nasionalisme yang seharusnya hidup dan membebaskan berubah menjadi nasionalisme administratif yang sentralistis dan militeristik. Pembangunan dijalankan sebagai proyek top-down yang membuat ekonomi nasional bergantung pada utang luar negeri dan investasi korporasi besar.


Halaman:

Komentar