Di sisi lain, data pengiriman juga tidak menggembirakan. Laporan dari Intertek mencatat ekspor minyak sawit Malaysia untuk bulan November turun cukup signifikan, yakni 19,7 persen dibanding bulan sebelumnya. Lesunya pengiriman ini jelas menambah beban psikologis di pasar.
Tapi jangan salah, ada juga faktor yang meredam penurunan lebih dalam. Dukungan utama datang dari China, importir terbesar dunia. Data perdagangan mereka terlihat solid, dengan ekspor yang kembali menggeliat dan impor yang meningkat. Itu jadi angin segar di tengah tekanan.
Prospek permintaan dari India pun mulai membaik. Kabarnya, para produsen di sana membatalkan pesanan sekitar 70.000 ton minyak kedelai mentah untuk pengiriman Desember-Januari. Penyebabnya? Harga global kedelai yang tinggi dan pelemahan rupee membuat minyak sawit jadi pilihan yang lebih murah dan kompetitif.
Faktor musiman juga berperan. Tradisi pembelian menjelang perayaan Tahun Baru Imlek dan Ramadan 2026 biasanya selalu memberikan suntikan permintaan. Dukungan tambahan ini setidaknya bisa menahan laju pelemahan agar tidak terlalu dalam.
Jadi, pasar CPO saat ini seperti sedang tarik-ulur antara tekanan pasokan yang membesar dan harapan permintaan yang masih bertahan. Menarik untuk dilihat ke mana arahnya dalam beberapa hari ke depan.
Artikel Terkait
Magnum Resmi Lepas dari Unilever, Saham Perdana Dibuka di Bursa Amsterdam
Kilang Tuban Menanti Keputusan Akhir di Tengah Ketegangan Geopolitik
SLIS: Dari Kipas Angin hingga Motor Listrik, Ini Profil Emiten yang Lagi Naik Daun
Unilever Indonesia Lepas Bisnis Es Krim Rp7 Triliun, Saham Justru Tergerus