Di tengah hiruk-pikuk perdebatan soal impor pakaian bekas, para pedagang punya usulan konkret. Aliansi Pedagang Pakaian Bekas Indonesia (APPBI) mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera merancang skema pajak khusus bagi barang-barang thrifting yang masuk ke dalam negeri. Mereka bilang, aturan yang ada sekarang kurang pas dan bikin situasi jadi nggak jelas.
Usulan ini disampaikan langsung oleh Ketua APPBI, WR Rahasdikin, dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi VI DPR. Intinya, mereka pengen ada kepastian. “Kami juga sudah siapkan kajian pajaknya,” ujar Rahasdikin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa lalu.
“Pertama ada biaya masuk 7,5 persen dihitung dari harga barang, dari asuransi perjalanan dengan biaya pengiriman.”
“Yang kedua PPN itu 11 persen, yang ketiga itu kita masukkan pajak impor pakaian bekas kami mengusulkan 7,5 persen sampai 10 persen. Yang keempat ada PPh22, impor sebesar 7,5 persen,” sambungnya.
Menurut Rahasdikin, skema seperti ini dianggap lebih tepat ketimbang cuma mengandalkan aturan pajak impor normal dan pajak barang mewah yang berlaku saat ini. Soalnya, karakteristik perdagangan pakaian bekas itu unik, dan belum sepenuhnya terakomodasi. Saat ini, barang impor bernilai antara USD 3 sampai USD 1.500 saja sudah kena berbagai pungutan. Tapi khusus untuk thrifting, klasifikasinya masih abu-abu. Mereka berharap anggota Komisi VI DPR bisa menyetujui usulan ini.
“Jadi kalau sudah di atas USD 1.500 itu maka dikenakan pajak untuk biaya masuk itu sebesar 7,5 persen, PPN 11 persen, pajak impor pakaian bekas 7,5 persen sampai 10 persen terakhir PPh22 itu 7,5 persen,” jelasnya lagi.
Artikel Terkait
IHSG Menguat 68 Poin, Sektor Infrastruktur dan Transportasi Jadi Penggerak
Infrastruktur Jalan Nasional di Sumatera Porak-Poranda Diterjang Banjir dan Longsor
INET Siapkan Rp3,2 Triliun untuk Gempur Infrastruktur Digital dan Akuisisi
Dari Perdagangan Umum ke Dealer Honda: Kisah BOGA dan Saham yang Meroket 115%