Menurutnya, keunggulan bioetanol terletak pada biaya produksinya yang relatif rendah dan kemampuannya mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Berbeda dengan teknologi tinggi dari negara maju yang biasanya mahal. Fakta berbicara, bioetanol Brasil berhasil mengurangi jejak karbon sebesar 70% hingga 82% dibanding bensin biasa, bahkan bisa mencapai 90% dalam kondisi optimal.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Adisatrya yakin Indonesia bisa meniru kesuksesan Brasil. Kekayaan alam kita yang melimpah seharusnya tidak hanya jadi komoditas mentah, tapi juga bahan baku untuk bahan bakar ramah lingkungan yang sangat dibutuhkan saat ini.
Bioetanol juga tidak melulu soal tebu. Limbah seperti molase dan bagase bisa diolah. Bahkan jerami atau bahan berselulosa tinggi lainnya pun berpotensi. Di Brasil sendiri, bahan baku utamanya adalah tebu dan jagung.
Namun begitu, kunci utama dari semua ini adalah konsistensi kebijakan. Menurut Adisatrya, keberagaman hayati sebagai bahan baku, ekosistem pengolahan, dan stimulasi pasar harus menjadi satu kesatuan. Semuanya bermuara pada kebijakan yang jelas dan berkelanjutan.
Kesuksesan Brasil tidak terjadi dalam semalam. Semua berawal dari paket kebijakan Proalcool (Pro Alkohol) yang digulirkan pada 1975. Kemudian, pada 2017, mereka meluncurkan RenovaBio untuk lebih mendorong industri biofuel.
Berbeda dengan Proalcool yang menawarkan insentif, RenovaBio justru mewajibkan pelaku industri untuk memenuhi kuota dekarbonisasi melalui penggunaan biofuel.
Karena itu, Adisatrya berharap pemerintah Indonesia segera menerbitkan payung hukum yang mengikat untuk implementasi mandatori pencampuran 10% etanol (E10) ke dalam BBM jenis bensin secara nasional.
“Harapannya kebijakan etanol ini mencakup ketentuan terkait harga produksi, standar produk, kepastian pasokan dan harga jual yang kompetitif. Ini agar mengakselerasi pengembangan dan pemanfaatan bahan bakar ramah lingkungan, untuk menekan emisi dan memperkuat ketahanan energi,” ungkapnya.
Terakhir, Adisatrya menegaskan bahwa kerja sama bilateral antara Indonesia dan Brasil, khususnya di bidang energi, harus dioptimalkan. Langkah ini bukan hanya sekadar memperdalam kemitraan strategis, tetapi juga merupakan upaya nyata Indonesia untuk memperkuat pilar keberlanjutan di sektor energi.
Artikel Terkait
Amran Sulaiman Murka, 250 Ton Beras Ilegal Masuk Lewat Sabang
Indonesia Puncaki Daftar Penipuan Lowongan Kerja se-Asia Pasifik
Jobstreet Bongkar Modus Baru Penipuan Lowongan, Indonesia Jadi Sasaran Utama
Beras Ilegal Berdatangan, Sabang dan Batam Jadi Sorotan