"Di pasar itu beda dengan teori. Harga bisa kacau balau! Dari Rp 12 ribu jadi 12 rupiah, nanti pedagang bisa bulatkan jadi 15. Siapa yang rugi? Rakyat kecil, UMKM, pedagang pasar!" ujarnya. Ia memprediksi beberapa dampak negatif, termasuk kenaikan harga secara perlahan, munculnya inflasi terselubung, dan peluang manipulasi harga yang merugikan konsumen.
Pemborosan Anggaran dan Risiko Persepsi Investor
Aspek biaya menjadi sorotan lain dalam penolakan redenominasi. Darmadi menyoroti inefisiensi anggaran negara yang harus dikeluarkan untuk mendukung kebijakan ini. "Mesin ATM harus diganti, sistem bank di-upgrade, toko harus ganti label harga, negara cetak uang baru, totalnya triliunan. Untuk apa? Buat potong nol tiga biji? Itu pemborosan!" sentilnya.
Dana sebesar itu, menurutnya, akan lebih bermanfaat jika dialokasikan untuk penguatan infrastruktur, stabilisasi harga pangan, atau mendukung sektor UMKM. Selain itu, ia mengingatkan risiko persepsi dari pasar global. Investor asing dapat salah menafsirkan redenominasi sebagai sinyal darurat ekonomi Indonesia, yang berpotensi memicu capital outflow dan melemahkan nilai rupiah lebih lanjut.
Penolakan Keras dan Seruan untuk Fokus pada Ekonomi Riil
Darmadi Durianto kembali menegaskan penolakan kerasnya terhadap wacana redenominasi rupiah. Ia menekankan bahwa masalah fundamental ekonomi Indonesia bukan terletak pada banyaknya angka nol, melainkan pada rendahnya produktivitas, tingginya ketergantungan impor, dan inefisiensi di berbagai sektor.
Ia meminta pemerintah untuk segera menghentikan pembahasan redenominasi dan beralih fokus pada pembenahan persoalan utama yang memengaruhi ekonomi nasional. "Jangan lempar isu yang bikin gaduh. Fokus perbaiki ekonomi real, bukan utak-atik angka di uang!" tutupnya.
Artikel Terkait
Di Balik Gebyar Digital, Budaya Korporat yang Sebenarnya Diukur dari Keberanian Mengevaluasi Diri
Teknologi Tersendat, Wall Street Tutup Tahun dengan Awal Muram
Imbal Hasil JGB 10 Tahun Tembus Level Tertinggi Sejak 1999, Tutup Tahun Penuh Gejolak
Listrik Aceh Mulai Pulih, Tapi Ribuan Rumah Masih Tertimbun Lumpur