Di Gereja Katedral Jakarta pagi ini, suasana khidmat Misa Pontifikal memenuhi ruang. Dari mimbar, suara Uskup Agung Jakarta, Kardinal Suharyo, menggemakan keprihatinan yang dalam. Ia berbicara tentang sebuah paradoks yang menyedihkan: di hari Natal, saat terang firman dirayakan, justru banyak manusia memilih untuk berjalan dalam kegelapan.
Pilihan itulah, menurutnya, yang menggerogoti martabat kita. "Akibatnya apa?" tanya Suharyo, suaranya tegas.
"Manusia yang mestinya bermartabat luhur dan mulia, merendahkan martabatnya sendiri ketika manusia membiarkan hidupnya dipimpin oleh kegelapan. Buahnya kita semua tahu: moralitas kehidupan kian luntur dan merosot."
Kritiknya tak berhenti di situ. Kardinal lalu mengalihkan sorotan pada tiga persoalan akut yang diangkat Paus Fransiskus: ketidakadilan, penyembahan uang, dan tentu saja, korupsi.
Mengenai yang pertama, ia mengutip sang Paus dengan nada getir.
"Di dalam dunia dewasa ini betapa banyak luka yang ditanggung oleh orang-orang yang tidak mempunyai suara. Karena teriakan mereka diredam dan dibenamkan oleh sikap acuh tak acuh orang-orang yang berkuasa," ucap Suharyo, menyampaikan kutipan itu.
Artikel Terkait
Agak Laen 2 Sabet Rekor, Geser Film Pertama Hanya dalam 28 Hari
Hary Tanoesoedibjo Buka Kisah Doa yang Terjawab di Bethlehem
Badai Sungai Atmosfer Guncang Los Angeles, Libur Natal Berubah Jadi Malam Waspada
Korban Tewas Tembus 96 Jiwa, Gencatan Senjata Thailand-Kamboja Masih Terus Diupayakan