Melintasi Gambut, Menyusuri Sungai: Kisah dari Bumi Serumpun Sebalai

- Minggu, 07 Desember 2025 | 07:06 WIB
Melintasi Gambut, Menyusuri Sungai: Kisah dari Bumi Serumpun Sebalai

Pernah terpikir untuk menjelajahi Kabupaten Sambas di Kalimantan Barat? Saya baru saja kembali dari sana, dan pengalamannya benar-benar berbeda dari yang dibayangkan.

Bandara Singkawang menjadi pintu masuk pertama. Bandara kecil itu cuma punya satu gate, sederhana sekali. Tapi justru di situlah pesonanya. Dari gerbang sederhana ini, perjalanan panjang menuju Sambas dimulai. Butuh sekitar dua jam naik mobil, menyusuri pemandangan pedalaman Kalbar yang masih sangat asli.

Jalannya panjang. Sebagian masih berpasir dan berbatu. Di kiri kanan, hamparan hutan gambut membentang. Sopir yang mengantar bercerita, tanah gambut ini gampang banget terbakar. Cuma butuh sedikit kelalaian, api bisa membesar. Makanya, susah dijadikan perkebunan. Namun begitu, setelah area gambut terlewati, pemandangan berubah total. Kebun nanas dan sawit menghijau sejauh mata memandang.

"Nanas sini manis-manis, Bu. Penjualnya juga jago banget ngupasnya," kata si sopir sambil tertawa.

Sepanjang jalan, kebun sawit memang mendominasi. Tapi ada satu hal yang terus terngiang, sebuah ironi yang diungkapkan beberapa orang.

"Lahan di sini bukan punya orang sini."

"Buah sawit cuma dijual mentah. Harganya ya cuma segitu, tiga ribu sekilo."

Dan yang paling menyentak, "Lucunya, uang dari sawit itu entah mengalir ke mana."

Kalimat-kalimat itu seperti potret kecil. Kekayaan alam yang melimpah, tapi belum tentu dinikmati sepenuhnya oleh perekonomian lokal.

Memasuki wilayah Sambas, saya teringat dua julukan kuat yang melekat padanya. Kalau Singkawang dikenal sebagai Kota Seribu Kelenteng, Sambas punya sebutan "Serambi Mekah Kalbar" dan "Bumi Serumpun Sebalai".


Halaman:

Komentar