Ada beberapa risiko strategis yang patut kita waspadai.
Pertama, regulatory gap. Infrastruktur vital beroperasi lebih cepat dibanding instrumen hukum yang mestinya mengaturnya.
Kedua, governance asymmetry. Peran negara mengecil, sementara peran korporasi makin membesar. Bukan karena mandat, tapi karena ketidakhadiran otoritas formal di lapangan.
Ketiga, preseden kelembagaan. Jika bandara privat di kawasan industri bisa berfungsi layaknya bandara publik tanpa kontrol penuh negara, ini bisa jadi pola yang ditiru kawasan industri lain. Dalam jangka panjang, kondisi semacam ini bisa menciptakan kantong-kantong ekonomi yang secara geografis ada di Indonesia, tapi secara operasional justru lepas dari kendali negara.
Saatnya Negara Kembali ke Posisinya
Solusinya bukan dengan menghentikan aktivitas atau bersikap anti-investasi. Yang dibutuhkan adalah kehadiran negara yang nyata, lewat kebijakan dan pengawasan yang jelas. Misalnya dengan:
Audit izin dan sertifikasi operasional bandara, kehadiran otoritas imigrasi, bea cukai, dan navigasi penerbangan, penetapan standar nasional bagi bandara privat di kawasan industri, serta transparansi publik mengenai status dan tata kelola bandara tersebut.
Dengan langkah-langkah itu, investasi tetap bisa berjalan, tapi dalam bingkai hukum dan otoritas nasional yang jelas.
Kita semua mendukung hilirisasi sebagai strategi kemandirian ekonomi. Tapi kemandirian ekonomi tak boleh mengorbankan kedaulatan negara. Infrastruktur seperti bandara bukan sekadar alat produksi atau mobilitas. Ia adalah simbol, sekaligus arena kedaulatan.
Pertanyaannya sekarang bukan lagi apakah bandara itu legal atau bermanfaat, tapi lebih mendasar: apakah negara masih berdiri di jalurnya, atau cuma menonton dari kejauhan?
Karena pada akhirnya, kedaulatan tak boleh berhenti di tepi landasan pacu. Ia harus menguasai seluruh ruang udara di atasnya.
Artikel Terkait
Gus Yahya Bongkar Kejanggalan Surat Pemecatan yang Beredar di Medsos
Gelombang Deepfake Pornografi: 99 Persen Korban Adalah Perempuan
Purbaya Soroti Saham Gorengan di Balik IHSG Tembus 8.602
Harta Karun 10 Kg Emas Terungkap dari Loker Eks Perdana Menteri Bangladesh