Merespons kondisi ini, Foxconn memutuskan untuk menunda target ambisiusnya merebut 5% pangsa pasar EV global pada 2025. Keputusan itu diumumkan November tahun lalu, menyusul perlambatan permintaan global.
Namun begitu, ini bukan berarti mereka kehilangan kepercayaan pada masa depan EV. Foxconn lebih memilih menunda peningkatan investasi hingga kondisi pasar membaik. Mereka bahkan masih membuka peluang ekspansi di bidang lain, seperti komputasi kuantum dan robotika.
Liu juga mengonfirmasi bahwa Foxconn sedang berdiskusi dengan Pemerintah Jepang. Topiknya seputar kemungkinan investasi di EV atau AI, meski ia enggan merinci lebih jauh. Ia menekankan bahwa manufaktur sistem AI lokal merupakan hal yang krusial untuk kedaulatan data suatu negara.
Menariknya, Liu melihat pola yang familiar. Ia mengibaratkan sektor EV bisa mengikuti jejak industri komputer di era awal perkembangannya. Produsen mobil kemungkinan akan lebih cepat melakukan alih daya seiring memanasnya persaingan.
"Begitu mereka mulai melakukan alih daya dengan satu contoh yang sukses, contoh-contoh lain akan mengikuti. Itulah yang kami lihat di pasar PC," ujarnya, mengingatkan kembali pada masa kejayaan Foxconn sebagai pelopor komputer dengan model Compaq Computer di era 1990-an, yang akhirnya mengantarkan mereka menjadi pemasok PC terbesar di dunia.
(Febrina Ratna Iskana)
Artikel Terkait
Lapor Menaker Dibanjiri Ratusan Aduan, Denda Miliaran Ditegakkan
Lapor Menaker Banjir Aduan, Ratusan Perusahaan Terjaring Sanksi
Maduro Peringatkan Trump: Serangan ke Venezuela Akan Jadi Kiamat Politik
Pramono Anung Susur Ciliwung, Ungkap Strategi Jakarta Jadi Kota Global