MURIANETWORK.COM - Direktur Eksekutif INFUS Gde Siriana Yusuf, mengungkapkan empat skenario besar yang berpotensi membentuk arah politik Indonesia pasca Pilpres 2024.
Dalam analisisnya, Gde menggambarkan medan pertarungan politik yang semakin rumit antara Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka, Megawati Soekarnoputri, hingga Presiden Joko Widodo.
Dikutip dari akun IG dan Tiktok @Sirianagde yang Viral ditonton 200 ribu juga disukai 2,805, dikomentari 226, dan dibagikan 781
Skenario pertama, Prabowo berhasil mengonsolidasikan elit nasionalis dengan menggandeng PDIP dan sebagian loyalis Jokowi.
Terjadi rekonsiliasi antara Prabowo dan Megawati.
Sebagai bagian dari kesepakatan, PDIP masuk kabinet dan kasus hukum yang menyeret Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto serta Harun Masiku diredam.
Sementara itu, Gibran tetap menjabat sebagai Wakil Presiden, namun dikendalikan melalui mekanisme birokrasi dan jaringan militer.
Secara bertahap, posisi kunci seperti Kapolri dan Jaksa Agung diganti oleh figur-figur yang lebih dekat ke Prabowo.
“Penegakan hukum tetap dilakukan, tapi bersifat selektif dan tidak menyentuh aktor utama,” ujar Direktur Eksekutif INFUS Gde Siriana.
Namun, ada risiko politik besar. Jokowi disebut bisa melakukan perlawanan diam-diam melalui jaringan media dan korporasi.
Jika program-program populis Prabowo tidak kunjung berhasil, kekecewaan rakyat bisa menjadi bom waktu. Sementara Pilpres 2029 akan dikendalikan penuh oleh elit politik.
Skenario kedua, menggambarkan konflik terbuka antara Prabowo dan Jokowi yang terjadi secara tidak langsung melalui proksi politik.
Gibran diposisikan sebagai pemimpin muda yang mulai membangun kekuatan sendiri, sementara Jokowi tetap menjaga pengaruhnya di dalam kabinet dan partai-partai koalisi.
“Prabowo akan kesulitan melakukan reshuffle karena banyak loyalis Jokowi masih bertahan di kabinet,” jelas kandidat doktor ilmu politik ini.
PDIP tetap berada di luar kekuasaan. Lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan, KPK, dan Polri saling berebut pengaruh, memunculkan suasana instabilitas politik.
Panasnya konflik elit berdampak langsung pada persiapan Pilpres 2029.
Isu suksesi muncul lebih awal, dengan poros Gibran, Anies Baswedan, dan AHY mulai mengemuka.
Di sisi lain, penegakan hukum digunakan sebagai alat tekanan politik. Media dan publik mulai melihat konflik terbuka, sementara legitimasi pemerintahan menurun.
Skenario ketiga adalah yang paling suram. Prabowo gagal membangun rekonsiliasi dan kehilangan kendali atas elit.
Program populis macet karena kekacauan internal dan ketidakmampuan birokrasi.
“Korupsi makin vulgar, lembaga penegakan hukum kehilangan kredibilitas, dan publik makin frustrasi,” Gde Siriana menegaskan.
Situasi ini berpotensi memicu gelombang aksi sipil yang besar, terutama dari kalangan mahasiswa.
Represi meningkat, dan tekanan terhadap kelompok sipil membesar.
Puncaknya adalah pemakzulan politik dan hukum terhadap Gibran, yang memicu krisis konstitusi.
Dalam skenario ini, reputasi Prabowo jatuh, elit terbelah, dan aktor politik baru dari luar sistem seperti tokoh agama, militer non-aktif, atau gerakan rakyat bisa bermunculan.
Pilpres 2029 menjadi liar, tanpa kehadiran Gibran maupun Prabowo.
Skenario keempat menggambarkan lahirnya koalisi besar antara Prabowo dan Megawati. PDIP masuk kabinet menggantikan loyalis Jokowi.
Jokowi didorong keluar dari arena kekuasaan dan Gibran dipinggirkan secara politik. Hasto dipulihkan dari tekanan hukum.
“Militer mendapatkan ruang yang lebih besar dalam birokrasi sipil, dan strategi ekonomi diarahkan pada proteksionisme nasionalis,” ungkap Gde Siriana.
Dalam skenario ini, elit politik terlihat solid dan stabilitas pemerintahan terjaga. Penegakan hukum lebih terkonsolidasi dan perang antar institusi dihentikan.
Namun, represi terhadap kekuatan sipil bisa meningkat tajam.
Jika pertumbuhan ekonomi tidak sesuai harapan, rakyat bisa frustrasi terhadap semua elit, namun ruang oposisi sipil tertutup rapat.
Keempat skenario tersebut menunjukkan bahwa arah politik Indonesia sangat ditentukan oleh bagaimana konfigurasi elit disusun pasca Pilpres.
Apakah Prabowo mampu menjaga keseimbangan kekuasaan?
Apakah Gibran bisa lepas dari bayang-bayang politik ayahnya? Ataukah Indonesia akan memasuki babak baru krisis politik dan konstitusi?
“Stabil atau meledak, semua bergantung pada elite. Tapi yang pasti, rakyat tetap yang paling terdampak,” tandas Gde Siriana.
Sumber: JakartaSatu
Artikel Terkait
Langkah Politik Jokowi Sulit Ditebak, Pengamat: Dia Akan Terus Berusaha Pengaruhi Pemerintahan Prabowo
Jokowi Santai Tanggapi Isu Pemakzulan Gibran, Roy Suryo Pamer Kaos: Fufufafa Sedang Judi Online!
Prof. Jimly Prediksi Prabowo Bakal Lindungi Gibran dari Upaya Pemakzulan
PDIP Digadang Masuk Koalisi Bikin Genk Solo Meradang