Kondisi itu sama seperti rencana perpanjangan usia TNI/Polri atau usulan UU lain yang dapat pula dilihat dalam kerangka yang sama.
Karenanya, Mahfud berpendapat, cukup wajar jika masyarakat sipil berprasangka negatif.
"Sangkanya begini, akan terjadi sentralisasi kekuasaan, mudah melakukan kontrol terhadap aktivitas dan kritik-kritik masyarakat sipil, mudah melakukan cincai."
"Maaf ini, kolaborasi antara penjahat dan pejabat korup, nanti ada orang jahat tinggal diatur saja, tidak usah, nanti pakai pasal itu saja, oh ini ada dasar hukumnya, oh ini dan seterusnya," ujar Mahfud.
Ia memberi contoh penerapan sentralisasi kekuasaan tersebut, misalnya pada saat pembungkaman hakim-hakim di MK.
Lalu dibuat ada pejabat-pejabat memberikan penjelasan kalau sesuatu yang dilakukan penguasa itu telah benar sesuai aturan-aturan yang sebelumnya sudah dibuat.
Mahfud mengingatkan, selama ini sudah banyak pula peristiwa yang terkait aparat satu dan aparat lain yang menjadi backing kejahatan-kejahatan tertentu.
Sama dengan yang sedang ditangani aparat-aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan selalu ada dugaan-dugaan seperti itu.
Contoh yang sering terjadi tidak lain hilangnya satu kasus yang begitu besar sekalipun ada barang bukti.
Sumber: Tribunnews
Artikel Terkait
DPR Dapat Rp702 Juta Buat Libur, Ternyata Ini yang Bikin Mereka Rela Tunjangan Rumah Dihapus!
Prabowo vs Geng Solo: Benarkah Rakyat Sudah Muak dengan Para Pejabat?
Prof Ikbar Bongkar Bahaya Legacy Jokowi: Orang Tak Lulus SMP Bisa Jadi Wapres!
Ijazah Jokowi & Gibran Palsu? Iwan Fals Bongkar Fakta Mengejutkan!