Namun, langkah preventif tersebut ternyata tidak efektif. Menurut Jimly, praktik serupa terus berulang pada Pemilu 2009 dan bahkan masih terjadi dalam Pemilu 2024.
"Dari 40 perkara yang disidangkan MK pada pilkada terakhir, tujuh di antaranya berkaitan dengan ijazah palsu. Ini menunjukkan masalah ini masih akut setelah 20 tahun," paparnya.
Jimly menilai persoalan ijazah telah menjadi alat persaingan politik yang mudah dieksploitasi. Lebih dari itu, fenomena ini mencerminkan buruknya sistem administrasi perijazahan dan tata kelola lembaga publik di Indonesia.
"Ijazah menjadi masalah serius karena mudah dijadikan alat persaingan politik. Di sisi lain, ini menunjukkan administrasi perijazahan dan tata kelola lembaga publik kita masih sangat buruk," tandas Jimly.
Konteks Terkini
Berkaitan dengan isu ini, Polda Metro Jaya telah memeriksa tiga orang terkait dugaan fitnah ijazah palsu yang melibatkan nama Presiden ketujuh Joko Widodo. Proses pemeriksaan berlangsung intensif dengan ratusan pertanyaan yang diajukan kepada masing-masing pihak yang diperiksa.
Analis politik menilai temuan Jimly mengonfirmasi perlunya reformasi sistem verifikasi dokumen pendidikan secara digital dan terintegrasi untuk mencegah manipulasi dalam proses demokrasi di masa depan.
Artikel Terkait
Jokowi Pilih Forum Global di Singapura Saat Gugatan Ijazah Menggantung di PN Surakarta
UGM Dinilai Gagal Tunjukkan Arsip Legalitas Ijazah Jokowi
KPU Solo Bantah Keras Isu Pemusnahan Berkas Pendaftaran Jokowi
Arsul Sani Pamer Ijazah Asli, Denny Indrayana: Beda Bumi dan Langit dengan Sikap Jokowi