Lebih lanjut, politisi tersebut mengingatkan bahwa bahkan jika game dengan konten kekerasan ditutup, upaya peningkatan literasi digital dan peran pengawasan orang tua tetaplah krusial. Penggunaan game online di kalangan pelajar perlu diarahkan, misalnya ke dalam cabang olahraga e-sport yang lebih terstruktur. Hadrian menegaskan bahwa pendidikan karakter dan pengawasan anak merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga dan institusi sekolah.
Ia mengakui bahwa game seperti PUBG berpotensi mempengaruhi sikap para pelajar. Paparan intens terhadap konten kekerasan dalam game dapat berpotensi meningkatkan kecenderungan agresif dan mengurangi rasa empati. Perilaku ini berisiko untuk terbawa dalam interaksi sosial sehari-hari di lingkungan sekolah.
Namun, dampak tersebut tidak bersifat mutlak. Besarnya pengaruh game bergantung pada beberapa faktor, seperti kepribadian individu, lamanya waktu bermain, dan yang terpenting adalah intensitas pengawasan dari orang tua. Oleh karena itu, peran aktif orang tua dalam mengawasi dan membimbing anak dalam menggunakan game online tidak dapat digantikan.
Artikel Terkait
Polda Riau Bongkar Jaringan Narkoba & Pencucian Uang Rp 15,2 Miliar, Pelaku Kabur ke Luar Negeri
Bripka Anugrah Ciptakan Aplikasi Inovatif untuk Assessment Center & Logistik Polri
Ledakan SMAN 72 Jakarta: Kondisi Terkini Pelaku ABH & Desakan Evaluasi Pendidikan Karakter
Badan Gizi Nasional Beri Sanksi Tutup Permanen untuk Dapur MBG Kasus Keracunan