Lebih lanjut, politisi tersebut mengingatkan bahwa bahkan jika game dengan konten kekerasan ditutup, upaya peningkatan literasi digital dan peran pengawasan orang tua tetaplah krusial. Penggunaan game online di kalangan pelajar perlu diarahkan, misalnya ke dalam cabang olahraga e-sport yang lebih terstruktur. Hadrian menegaskan bahwa pendidikan karakter dan pengawasan anak merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga dan institusi sekolah.
Ia mengakui bahwa game seperti PUBG berpotensi mempengaruhi sikap para pelajar. Paparan intens terhadap konten kekerasan dalam game dapat berpotensi meningkatkan kecenderungan agresif dan mengurangi rasa empati. Perilaku ini berisiko untuk terbawa dalam interaksi sosial sehari-hari di lingkungan sekolah.
Namun, dampak tersebut tidak bersifat mutlak. Besarnya pengaruh game bergantung pada beberapa faktor, seperti kepribadian individu, lamanya waktu bermain, dan yang terpenting adalah intensitas pengawasan dari orang tua. Oleh karena itu, peran aktif orang tua dalam mengawasi dan membimbing anak dalam menggunakan game online tidak dapat digantikan.
Artikel Terkait
Patung Macan Putih Kediri yang Dikira Kuda Nil Malah Bikin Desa Ramai Pengunjung
Prabowo Hadiri Silaturahmi Natal Kapolri, Didampingi Putra
Puncak Kembali Tutup untuk Kendaraan Malam Pergantian Tahun 2026
Rem Blong di Turunan Kertek, Truk Tronton Hantam Tugu hingga Lima Orang Terluka