Bencana ekologis di sejumlah wilayah Sumatra memang memilukan. Kerusakannya nyaris menyentuh semua sektor: lingkungan porak-poranda, pemukiman hancur, akses jalan terputus. Tapi ada satu hal yang seringkali terlupakan di tengah kepanikan penanganan darurat: nasib arsip negara.
Padahal, menurut Menteri PANRB Rini Widyantini, ini bukan soal kertas dan tumpukan dokumen belaka. Bencana, dalam pandangan yang lebih luas, berisiko mengganggu keberlangsungan memori pemerintahan itu sendiri.
Pernyataan itu disampaikan Rini dalam siaran pers, Rabu (17/12/2025), usai menerima audiensi Kepala ANRI Mego Pinandito sehari sebelumnya. Arsip, kalau dipikir-pikir, punya nilai yang melampaui masa kini. Ia bermanfaat untuk masa depan, mulai dari sekadar menyelamatkan dokumen yang ada hingga mengevaluasi bagaimana pelayanan publik bisa tetap jalan saat situasi darurat.
Menariknya, pelajaran berharga justru bisa kita ambil dari sejarah yang sangat tua. Ambil contoh Kerajaan Sriwijaya yang pusatnya juga di Sumatra. Mereka sudah menulis soal pembuatan taman pencegah banjir bernama Sriksetra pada tahun 684 Masehi. Konsepnya canggih untuk zamannya: sebuah sistem hidraulika kuno memanfaatkan kanal, kolam, dan parit untuk mengatur aliran air.
Taman itu ditanami pohon-pohon tertentu yang berfungsi menampung air saat hujan lebat, sekaligus menjaga pasokan di musim kemarau. Seluruh catatan itu, percaya atau tidak, tersimpan rapi dalam Prasasti Talang Tuo. Bukti bahwa pengarsipan yang baik memungkinkan kita belajar dari ribuan tahun yang lalu.
Artikel Terkait
Kabel Berantakan dan Tiang Miring, Potensi Bahaya Mengintai di Jalan Dr Soepomo
Kasus Sertifikasi K3 di Kemnaker: 14 Tersangka Terjerat, Kerugian Capai Rp81 Miliar
Nenek Sakit Digotong Demi Bantuan Beras, Aturan Kelurahan Dikritik Warganet
Tiga Mahasiswa Tulungagung Gugat MK, Tuntut Kejelasan Kapan Jalan Rusak Diperbaiki?