Fadli menjelaskan, “Karena sebenarnya cagar budaya ini berada di hulu, sementara hilirnya adalah ekonomi kreatif, Intellectual Property, UMKM, kuliner, dan lain-lain. Kekayaan budaya, dalam arti ekspresi budaya kita tentu bisa dimanfaatkan secara berkesinambungan.”
Namun begitu, tanggung jawab pelestarian bukan hanya di pundak pemerintah. Fadli menegaskan, ini jadi pekerjaan bersama yang harus melibatkan swasta dan masyarakat.
“Setelah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional, ini menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, serta melibatkan swasta dan juga perorangan,” tegasnya.
“Di negara lain, pelestarian budaya selalu melibatkan swasta dengan pendekatan public-private partnership. Swasta harus terlibat dalam proses pemanfaatannya, misalnya membangun restoran, coffee shop hingga pembuatan merchandise.”
ACBPN 2025 sendiri mengusung tema ‘Membingkai Warisan, Menghidupkan Masa Depan’. Tema ini cukup dalam maknanya. Ia mencerminkan bahwa pelestarian warisan budaya tak boleh terpaku pada benda atau ritual semata. Tapi juga harus memperhatikan lingkungan alam sekitarnya, ruang hidup, serta komunitas dan masyarakat yang menjaganya.
Acara ini tak cuma soal serah-terima sertifikat. Rangkaian kegiatannya cukup padat. Ada workshop, pertunjukan seni, dan pameran Cagar Budaya Peringkat Nasional. Yang menarik, ada juga seremoni penyerahan hadiah untuk pemenang Sayembara Masterplan Museum Majapahit. Ini bagian dari upaya penguatan pelestarian Kota Kuno Majapahit di Trowulan, Mojokerto.
Pada intinya, Apresiasi Cagar Budaya Peringkat Nasional ini adalah agenda tahunan yang penting. Ia menjadi momentum untuk terus mengingatkan komitmen kita bersama: bahwa cagar budaya adalah warisan bangsa yang tak ternilai. Aset strategis untuk masa depan Indonesia.
Artikel Terkait
Kepala SPPG Turun ke Kelas, Gizi Tak Cuma di Piring tapi Juga di Papan Tulis
Gus Ipul Nyanyikan Salawat Bersama Anak-anak Korban Longsor Pidie Jaya
Indonesia Gagal Dapatkan Dukungan Global untuk Resolusi Karst di Sidang PBB
Komisaris Utama Petro Energy Divonis 8 Tahun Penjara, Negara Rugi Rp 958,5 Miliar