Data awal itu, meski kuat, masih akan diteliti lebih lanjut. "Persis seperti yang kami miliki. Kami sedang teliti lebih lanjut, terkait dengan ini. Tapi datanya sudah ada. Kita akan coba," tambahnya.
Menariknya, Hanif dengan tegas membedakan kasus ini dengan kasus Sungai Ciliwung yang rumit. Menurutnya, di Batang Toru, semuanya lebih terlihat jelas. "Nah, ini beda. Sorry ya, kalau di Ciliwung itu kan sangat heterogen. Jadi kita bahkan tidak tahu penyebabnya apa," ujarnya.
"Tapi ini kan kelihatan. Kayunya dari mana."
Dia berhati-hati untuk tidak mendahului penyelidikan, namun logika dari citra satelit sudah berbicara. "Saya tidak mendahului penyelidikan. Tidak mau mengganggu independensi dari banyak teman-teman penyidik. Tetapi logika kita, dari citra satelitnya sudah kelihatan kok jadi ini seperti apa," tuturnya.
Sebelumnya, di acara terpisah pada Senin (1/12), Hanif telah menyebutkan bahwa kedelapan perusahaan itu berkisar dari perkebunan sawit hingga tambang emas. "Ada delapan yang berdasarkan analisa citra satelit kami berkontribusi memperparah hujan ini," katanya usai acara Anugerah Proklim.
Teknologi menjadi kunci. Dengan citra satelit resolusi tinggi, Kementerian LHK berusaha merekonstruksi kondisi lokasi sebelum banjir melanda. "Kita bisa melihat semuanya dari citra satelit sehingga kita secara logis bisa memproyeksikan apa yang terjadi," jelas Hanif. Tujuannya tunggal: membuktikan asal-usul kayu gelondongan yang ikut menghanyutkan itu.
Kini, waktu tiga bulan itu mulai berjalan. Semua menunggu, apakah target itu akan terpenuhi sebelum publik seperti yang dikhawatirkan Hanif mulai 'lupa'.
Artikel Terkait
Bencana Sumatera: 744 Jiwa Melayang, 3,3 Juta Jiwa Terhempas
Solidaritas Tanpa Batas: Polres Kampar Kirim Bantuan dan Personel ke Korban Bencana Agam
Buronan Narkoba Rp 5 Triliun Tiba di Tanah Air, Tangan Terikat dan Menunduk Sepanjang Perjalanan
Usulan Libur Nasional 2 Desember Mengemuka di Reuni 212