Gubernur Bali Wayan Koster tak main-main. Ia secara resmi memerintahkan PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group untuk menghentikan total pembangunan lift kaca yang kontroversial di tebing Pantai Kelingking, Nusa Penida. Langkah tegas ini bukan tanpa alasan yang matang.
Setelah menimbang berbagai hal, setidaknya ada lima pelanggaran berat yang ditemukan dalam proyek ini. Di sisi lain, rekomendasi dari Pansus Tata Ruang Aset dan Perizinan DPRD Bali juga turut memperkuat keputusan ini.
"Maka saya memutuskan mengambil tindakan tegas, berupa memerintahkan kepada PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group menghentikan seluruh kegiatan pembangunan lift kaca,"
demikian penegasan Koster, seperti dilaporkan Antara, Minggu (23/11/2025).
Bagi Koster dan Bupati Klungkung, ini soal prinsip. Mereka punya visi jelas untuk menjaga alam, manusia, dan kebudayaan Bali. Pariwisata yang mereka bangun haruslah berkualitas, bermartabat, dan tak boleh mengabaikan akar budaya.
Sebelum sampai pada keputusan akhir, tim menemukan bahwa proyek lift kaca ini ternyata dibagi dalam tiga wilayah yang berbeda. Wilayah A, di dataran atas jurang, dipakai untuk membangun loket tiket seluas 563,91 m2 di atas lahan kewenangan Kabupaten Klungkung. Di sini saja, aturan tata ruang sudah harus dipatuhi.
Lalu ada Wilayah B, yaitu daratan di bagian jurang yang statusnya tanah negara. Kewenangannya ada di pemerintah pusat atau Pemprov Bali. Sedangkan Wilayah C mencakup pantai dan perairan pesisir di bawah jurang di sinilah alas lift kaca berdiri. Wilayah ini berada di bawah kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Pemprov Bali.
Dari ketiga wilayah itu, investor membangun tiga jenis bangunan: loket di bibir jurang, jembatan layang penghubung, serta lift kaca itu sendiri yang dilengkapi restoran dan fondasi. Cukup kompleks.
Nah, dari situasi di lapangan itulah Pemprov Bali bersama Pansus TRAP DPRD Bali mendapati sederet pelanggaran. Pertama, proyek ini melanggar Perda RTRWP Bali. Sanksinya jelas: bangunan harus dibongkar dan fungsi ruang dipulihkan.
Kedua, ada pelanggaran terhadap PP tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Sanksinya bisa berupa paksaan pemerintah untuk pembongkaran. Ketiga, masih terkait PP yang sama, seluruh kegiatan bisa dihentikan.
Artikel Terkait
Reuni 212 Tahun Ini Pastikan Kehadiran Habib Rizieq di Monas
Prabowo Pacu Program Pemberdayaan untuk Hapus Kemiskinan Ekstrem pada 2026
Jember Beri Insentif Rp 1,5 Juta untuk 22 Ribu Guru Ngaji dan Pendeta
Dua Kucing Bertahan Hidup di Reruntuhan Erupsi Semeru, Akhirnya Diselamatkan Relawan