Keempat, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir juga dilanggar, yang diatur lebih lanjut lewat Keputusan Gubernur tentang Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida. Lagi-lagi, sanksinya pembongkaran bangunan.
Dan yang kelima, pelanggaran terhadap Perda tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali.
"Bentuk pelanggarannya karena mengubah keorisinalan daerah tujuan wisata, sanksinya pidana,"
tandas Koster.
Ia menegaskan, keputusan ini sekaligus menjadi peringatan keras. Ke depan, semua usaha dan investasi di Bali wajib mematuhi peraturan, menjaga ekosistem alam, serta menghormati kearifan lokal.
"Upaya ini merupakan penegasan agar ke depan tidak terjadi kembali berbagai bentuk pelanggaran oleh para pemangku kepentingan,"
ujarnya.
Memang, Bali terbuka untuk investasi. Tapi investor harus punya niat baik mencintai Bali, bukan mengeksploitasinya. Mereka harus bertanggung jawab terhadap kelestarian alam dan budaya pulau ini.
Selain penghentian proyek, Gubernur juga memberi ultimatum: bangunan yang melanggar harus dibongkar mandiri dalam waktu enam bulan. Setelah itu, pemulihan fungsi ruang wajib diselesaikan dalam tiga bulan. Tenggat yang cukup ketat, tapi itulah konsekuensinya.
Artikel Terkait
Reuni 212 Tahun Ini Pastikan Kehadiran Habib Rizieq di Monas
Prabowo Pacu Program Pemberdayaan untuk Hapus Kemiskinan Ekstrem pada 2026
Jember Beri Insentif Rp 1,5 Juta untuk 22 Ribu Guru Ngaji dan Pendeta
Dua Kucing Bertahan Hidup di Reruntuhan Erupsi Semeru, Akhirnya Diselamatkan Relawan