"Kemudian pelaku sempat minta maaf dan mengajak korban ke rumah sakit. Korban tidak mau," lanjut Anggi.
Namun begitu, situasi tiba-tiba memanas lagi. Mereka kembali cekcok. Perhiasan yang tadi diberikan, sempat dikembalikan pelaku. Korban yang mungkin merasa kesal, lalu menjambak si pelaku.
Pelaku tak terima. Dia melawan, mendorong korban, lalu menutup wajah N dengan bantal hingga korban kehabisan napas. Bahkan, dada korban pun didudukinya. NAF masih belum puas. Dia mengambil pisau dari kamar korban dan menikamnya sekali di dada.
Melihat korbannya masih bergerak, dia kembali menusuknya. Delapan kali. Tanpa ampun.
Usai melakukan pembunuhan sadis itu, NAF kabur. Dia membawa serta handphone dan perhiasan milik korban, lalu pulang ke rumahnya untuk membersihkan diri.
Keesokan harinya, dengan sikap yang tenang, pelaku menghubungi anak korban. Dia tahu anak itu akan berkunjung. Dalam percakapan itu, NAF mencoba mengelabui keluarga.
"Pelaku mencoba mengelabui keluarga dari korban dengan menyatakan korban tidak bisa dihubungi karena sedang pengajian," sebut Anggi. Dia seolah ingin memastikan apakah keluarga sudah datang ke rumah korban atau belum.
Motif di balik semua kekejaman ini ternyata hal yang sepele: persoalan tabungan. Sebuah nyawa melayang hanya karena urusan duniawi yang seharusnya bisa diselesaikan dengan kepala dingin.
Artikel Terkait
Impian Haji Pupus, Nyawa Melayang Akur Cekcok Uang Titipan di Cisarua
Anwar Iskandar Kembali Pimpin MUI, Pucuk Pimpinan Baru Ditetapkan di Munas XI
PSI Tinggalkan Citra Jelita, Bidik Kekuatan dari Kaki Lima hingga TPS
Raja Juli Antoni Dorong Kader PSI Lahirkan Jokowi-Jokowi Muda di Babel