Pola Kerugian BUMN dan Kemiripan dengan Kasus GOTO
Kasus TELE menjadi contoh bagaimana uang BUMN mudah dimainkan dengan dalih investasi. Ketika investasi gagal, pejabat mudah beralasan tentang risiko bisnis dan penurunan nilai aset. Proses hukum pun seringkali tidak membuahkan hasil.
Pola serupa terlihat dalam keputusan BUMN Telkomsel membeli saham GOTO senilai Rp 6,4 triliun. Kasus TELE dianggap sebagai simbol buruknya pilihan portofolio investasi manajemen Telkom di masa lalu, dan kekhawatiran yang sama muncul untuk investasi di GOTO.
Latar belakang buruknya pilihan investasi ini diduga kuat dipengaruhi oleh konflik kepentingan. Dalam kasus GOTO, perusahaan tersebut milik kakak dari Menteri BUMN yang sedang menjabat. Sementara dalam kasus TELE, diduga ada kelompok gabungan swasta-BUMN yang bermaksud 'mengolah' dana Telkom sejak awal.
Pertanyaan Terbuka dan Tanggung Jawab
Kasus TELE dan GOTO terjadi pada periode kepemimpinan sebelumnya. Masyarakat menunggu kejelasan dan pertanggungjawaban, termasuk apakah Presiden saat ini akan bersikap tegas seperti dalam kasus Whoosh, atau justru mengubur kasus ini dengan dalih menghormati pemimpin sebelumnya.
Kekhawatiran muncul bahwa setelah retorika berapi-api, langkah selanjutnya mungkin justru pengajuan RUU yang mengubur kasus semacam ini, mengingat mayoritas DPR adalah koalisi pendukung pemerintah.
Kasus TELE menjadi pengingat pahit tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan investasi BUMN, serta penegakan hukum yang konsisten tanpa pandang bulu.
Artikel Terkait
Ledakan SMA Negeri 72 Jakarta: 7 Korban Dirawat di RS Yarsi, 1 Operasi Darurat
Ledakan SMAN 72 Jakarta: Hasil Investigasi Polisi Diumumkan Besok
Ledakan di Masjid SMA Negeri 72 Jakarta: Korban Jiwa dan Dugaan Motif Balas Dendam
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Ditangkap KPK, Diduga Terkait Suap Mutasi Jabatan