Wall Street bukannya meroket, malah masuk zona merah di awal sesi Selasa (23/12). Pemicunya? Data ekonomi AS yang justru terlalu bagus, malah bikin investor ciut nyali. Imbal hasil obligasi pemerintah langsung merangkak naik, dan itu selalu jadi berita buruk bagi pasar saham.
Begitu bel pembukaan berbunyi, tiga indeks utama langsung kompak melemah. Dow Jones anjlok 62,81 poin ke 48.299,87. S&P 500 ikut merosot tipis 4,69 poin, sementara Nasdaq menyusut 21,13 poin. Penurunan memang belum dalam, tapi sinyalnya jelas: semangat jual mulai muncul.
Semua bermula dari rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal ketiga. Data ini sempat tertunda lama gara-gara keributan penutupan pemerintahan. Nah, ketika akhirnya keluar, angkanya bikin melongo. Departemen Perdagangan melaporkan ekonomi AS melaju kencang 4,3% pada periode Juli-September.
Angka itu jauh melampaui proyeksi analis yang cuma 3,2%, bahkan mengalahkan pertumbuhan kuartal sebelumnya. Di satu sisi, ini kabar bagus. Tapi di sisi lain, pasar justru ketakutan. Ekonomi yang terlalu panas bisa berarti The Fed akan bertahan lebih lama dengan kebijakan suku bunga tingginya. Kekhawatiran itulah yang kemudian mendorong yield treasury naik.
Dan kenaikan yield itu seperti tamparan bagi saham-saham teknologi. Sektor yang selama ini digandrungi itu tiba-tiba kehilangan daya tarik. Investor buru-buru ambil untung dari saham pertumbuhan berkapitalisasi besar, khawatir biaya pinjaman yang semakin mahal akan menggerus prospek mereka.
Artikel Terkait
CIMB Niaga Tambah Kredit Rp300 Miliar untuk Anak Usaha Triputra Agro Persada
Abon Serang dan Rendang Padang: Bantuan yang Hangat dari Dapur Para Ibu
PNM Raih Penghargaan Komunikasi Inklusif Berkat Dedikasi pada Pemberdayaan Perempuan
Purbaya Siapkan Rp 2 Triliun untuk Tekstil dan Furniture, Bunga 6 Persen