Pemuda Indonesia vs Korupsi, Kemiskinan, dan Jebakan Algoritma: Siapa Menang?

- Rabu, 29 Oktober 2025 | 09:24 WIB
Pemuda Indonesia vs Korupsi, Kemiskinan, dan Jebakan Algoritma: Siapa Menang?

Data BPS 2025 mengungkapkan bahwa generasi Z dan sebagian milenial menjadi golongan dengan tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia. Sebanyak 9,89 juta (22,25%) penduduk usia muda 15-24 tahun menganggur, dengan angka pengangguran Gen Z mencapai 16 persen.

Pengangguran di kalangan muda tidak hanya masalah ekonomi, tetapi juga persoalan struktural yang kompleks. Pendidikan seringkali tidak membekali pemuda dengan keterampilan yang sesuai tuntutan zaman, menyebabkan fenomena lost generation of skill - memiliki pendidikan tinggi tetapi kehilangan arah keterampilan.

Solusi yang dapat dikembangkan termasuk peningkatan literasi digital, pengembangan kewirausahaan muda, dan pembinaan ekonomi kreatif berbasis komunitas. Indonesia membutuhkan setidaknya 2 persen warganya menjadi pengusaha untuk menjadi negara maju, berbeda dengan negara-negara maju seperti Amerika, Jerman, Korea Selatan, dan Jepang yang sektor kewirausahaannya tumbuh pesat.

Algoritma Digital: Ancaman atau Peluang bagi Pemuda?

Generasi Z dan Alpha sebagai digital native hidup dalam kooptasi sistem teknologi yang semakin matang. Ancaman terbesar datang dari algoritma - mekanisme sistemik yang memberikan rekomendasi konten berdasarkan perilaku digital pengguna, yang oleh Shoshana Zuboff disebut sebagai Surveillance Capitalism atau Kapitalisme Pengawasan.

Filter bubble yang diciptakan algoritma berpotensi mempersempit cara pandang individu. Bagi pemuda, ini sangat berbahaya karena kesadaran mereka bisa diarahkan secara halus tanpa disadari. Teori Hegemoni Antonio Gramsci relevan menjelaskan fenomena ini, dimana kekuasaan tidak lagi menggunakan kekerasan tetapi membentuk kesadaran baru melalui dominasi halus.

Pemuda harus menguasai literasi digital yang mumpuni untuk melawan kolonialisme digital - bentuk penjajahan baru yang mengontrol pikiran melalui penguasaan big data. Teknologi, media sosial, dan AI harus dipandang sebagai alat yang perlu disikapi secara kritis, bukan sekadar diikuti.

Dengan membangun mentalitas adaptif, kreatif, dan resilien, serta menjunjung tinggi nilai kejujuran, kerja keras, dan kemandirian, pemuda Indonesia dapat menjadi tuan bagi pikirannya sendiri - persis seperti spirit Sumpah Pemuda 97 tahun lalu.


Halaman:

Komentar