Menyusuri Kilau Kota Emas: Perjalanan Mewah Menuju Gerbang Dubai Melalui Langit Emirates
In Dubai, you will see that the city never sleeps, and the phrase 'time is money' truly comes to life.
Kalimat itu meluncur begitu saja dari petugas imigrasi, menyambut kedatangan kami di Dubai International Airport (DXB). Bandara super sibuk ini langsung memberi kesan pertama yang kuat: kemewahan dan efisiensi bukan sekadar janji, tapi kenyataan yang langsung terpampang di depan mata.
Lampu-lampu keemasan, koridor yang berkilauan, desain arsitektur yang terasa seperti melompat dari film fiksi ilmiah. Semuanya seolah membenarkan klaim bahwa Dubai adalah kota masa depan. Duty-free-nya luas bak sebuah kota kecil. Ada ruang tunggu premium dengan spa, buffet internasional, bahkan area khusus untuk tidur. Proses imigrasi pun berjalan cepat, tanpa antrean yang menyiksa. DXB memang seperti 'istana' yang benar-benar tak pernah terlelap.
DXB: Dari Landasan Pasir ke Istana yang Tak Pernah Tidur
Sejarah bandara ini cukup menarik untuk ditelusuri. Awalnya, di tahun 1959, DXB cuma sebuah lapangan di kawasan tandus di pinggiran kota. Dibuka resmi untuk penerbangan sipil setahun kemudian, landasan pacunya waktu itu cuma dari pasir yang dipadatkan, terminalnya sederhana, hanya untuk pesawat-pesawat kecil.
Namun begitu, transformasinya luar biasa. Ekspansi besar dimulai sekitar tahun 1998 dengan Terminal 2, lalu melesat di tahun 2000-an. Pada 2008, Terminal 3 dibuka dan langsung menyandang gelar terminal tunggal terbesar di dunia. Itu jadi penanda: DXB sudah jadi hub penerbangan global yang serius.
Puncaknya, tahun 2013 mereka membuka Concourse A, fasilitas pertama di dunia yang dirancang khusus untuk pesawat raksasa A380. Tak heran, setahun setelahnya DXB konsisten menjadi bandara dengan lalu lintas internasional tersibuk di dunia. Data terbaru mencatat 92.3 juta penumpang dilayani dalam setahun angka yang fantastis.
Konsistensi pelayanan itu yang kemudian berbuah penghargaan. Tahun ini saja, DXB menyabet sejumlah piala bergengsi. Mulai dari Operational Excellence Award, Safety Recognition Award, sampai gelar Best Airport in the Middle East. Jadi, ini bukan cuma bandara yang sibuk, tapi juga yang punya standar hospitality tinggi bagi setiap penumpang, baik yang transit maupun yang baru tiba.
Emirates: Bermodal Pesawat Pinjaman, Kini Jadi Standar Mewah di Udara
Ngomong-ngomong soal Dubai, mustahil melewatkan Emirates. Maskapai ini pertama kali mengudara pada Maret 1985, didirikan oleh keluarga penguasa Dubai. Uniknya, mereka mulai dengan operasi independen, tanpa subsidi pemerintah.
Penerbangan perdananya, tanggal 25 Oktober 1985, menggunakan pesawat sewaan dari Pakistan International Airlines. Rutenya dari DXB ke Karachi. Kala itu, rute ke Mumbai juga baru dibuka. Baru dua tahun kemudian, tepatnya 3 Juli 1987, Emirates punya pesawat sendiri: sebuah Airbus A310-304. Dari situlah mereka perlahan membangun reputasi sebagai maskapai mewah yang jadi kebanggaan Uni Emirat Arab.
Sebagai penumpang baru, saya sendiri terpukau. Kemewahannya terasa nyata, bahkan untuk kelas ekonomi. Kursinya lega, hiburan di layar (ICE Entertainment System) menawarkan ratusan film dan acara. Makanannya pun lezat, disajikan dua kali sebagai main course ditambah snack time. Minuman, dari jus sampai alkohol, free flow.
Artikel Terkait
Davina Karamoy di Kursi VVIP Timnas, Terkait Isu Selingkuh Eks Menpora
Raja Charles Ungkap Kemajuan Pengobatan Kanker, Serukan Pentingnya Skrining Dini
Davina Karamoy dan Ironi Tudingan Pelakor: Korban Perselingkuhan yang Kini Dihujat
Dari Pernikahan hingga Gugatan: Kisah Haru Addie MS dan Drama Perceraian Selebriti