Kritik tajam dilontarkan Muhammad Said Didu soal kuasa oligarki di Indonesia. Dalam sebuah diskusi daring yang digelar pekan lalu, mantan pejabat dengan pengalaman puluhan tahun di pemerintahan itu tak ragu menyebut siapa penguasa sebenarnya negeri ini. Bukan lagi institusi negara, melainkan segelintir orang bermodal besar.
"Penguasa nyata Indonesia sekarang itu adalah oligarki. Yang lain tuh hanya dayang-dayang aja. DPR, Istana, semuanya," tegas Didu.
Lalu ia menambahkan, dengan nada getir, "Penguasaannya ada di PIK, itulah penguasa Indonesia sebenarnya."
Lima Pilar Kedaulatan yang Renggut
Menurut analisis Didu, setidaknya ada lima pilar kedaulatan yang sudah berpindah tangan: ekonomi, politik, hukum, wilayah, plus pengelolaan sumber daya alam. Ia lalu memberi contoh nyata, kasus banjir besar di Sumatra. Ceritanya, hutan Bukit Barisan yang dibiayai dari uang rakyat dan utang luar negeri, justru diserahkan ke oligarki lewat izin HPH.
Hasilnya bisa ditebak. Setelah kayu habis ditebang dan keuntungan mengalir deras, banjir pun datang. Dan siapa yang menanggung kerugiannya? Kembali ke APBN, alias uang kita semua.
"Keuntungan mereka digunakan untuk menyogok kiri kanan. Masih bergemuruh, Pangdam Bukit Barisan menyatakan tidak ada pembalakan hutan di Sumatra Utara," ujarnya, sambil menggeleng.
"Bayangkan, TNI bintang dua memasang badan."
Ekspansi yang Tak Terbendung
Didu lalu menyebut beberapa nama besar. Sinar Mas, yang dulu cuma jualan minyak goreng pakai sepeda ontel, kini kuasai jutaan hektar kebun sawit dan properti megah. Astra, yang identik dengan mobil, merambah ke perkebunan dan real estate. Indofood, yang dapat monopoli terigu, juga masuk ke lahan dan proyek raksasa seperti PIK 2.
Ekspansi mereka, kata Didu, sudah jauh melampaui bisnis awal. Lalu ia bertanya, retoris, "Pertanyaan saya, masih adakah harapan Indonesia mengembalikan kembali kedaulatannya?"
Jawabannya sendiri pesimis. "Saya melihat semakin sempit sekarang untuk mengembalikan itu."
Politik dan Hukum dalam Cengkeraman
Di ranah politik, situasinya suram. Hampir semua partai, menurut Didu, adalah milik oligarki atau diisi oleh mereka. Itu sebabnya, suara-suara kritis soal kasus lingkungan seperti di Sumatra atau perambahan hutan nyaris tak terdengar.
Artikel Terkait
Revitalisasi Terminal Malalayang Tak Ganggu Arus Mudik Nataru
Gus Ipul Serahkan Santunan dan Tinjau Dapur Umum untuk Korban Bencana Aceh
Warga Talaud Desak Tambah Kapal Nataru, KSOP Klaim Sudah Ditambah
KSOP Manado Gelar Ramp Check 11 Kapal Jelang Arus Mudik Nataru