Purbaya pun mengusulkan agar pembayaran utang Whoosh dilakukan menggunakan dividen BUMN, bukan APBN. Ia menegaskan bahwa dalam perjanjian dengan China Development Bank (CDB), tidak ada klausul yang mewajibkan pemerintah menanggung utang tersebut. "Saya sudah negosiasi juga dengan CDB, yang penting struktur pembayarannya jelas. Jadi harusnya tidak masalah kalau Danantara yang bayar," jelasnya. Akhirnya, Danantara berjanji akan mengkaji ulang usulan tersebut dan meninjau alokasi dividen untuk proyek-proyek produktif.
Penolakan Keras Purbaya: APBN Bukan untuk Bayar Utang KCJB
Meski ada janji kajian ulang, Purbaya menegaskan sikapnya tidak akan berubah. "Saya sudah putus, tidak mau gunakan APBN untuk Whoosh," tegasnya. Sikap keras ini didorong oleh laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang menunjukkan tekanan besar akibat beban utang proyek Whoosh.
Anak usaha KAI, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), bahkan mencatat kerugian signifikan, yakni Rp 4,19 triliun pada 2024 dan Rp 1,62 triliun di semester I-2025. Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin, menyatakan pihaknya sedang menyiapkan langkah bersama Danantara untuk mencari solusi, seraya menyebut situasi ini sebagai "bom waktu". Dalam konteks ini, keputusan Purbaya menolak penggunaan APBN dinilai sebagai langkah bijak untuk menjaga stabilitas fiskal Indonesia.
Sumber: Konteks
Artikel Terkait
Serangan Nyasar dari Afghanistan Tewaskan Warga China di Perbatasan Tajikistan
Prabowo Turun Langsung ke Padang Pariaman, Janjikan Percepatan Bantuan Pasca Banjir
Trump Desak Israel Hentikan Serangan, Puji Langkah Damai Pemerintahan Baru Suriah
Pasca Banjir Bandang, Pidie Jaya Dihantui Krisis Kesehatan dan Kelumpuhan Rumah Sakit