Sebagaimana yang ramai di media sosial sosok eks-HTI Ahmad Khozinudin dan Faisal Sallataholy. Keduanya mengkonfirmasi ingin menghidupkan kembali HTI di ruang publik dengan ragam argumentasi pembenaran.
Mereka bersikap reaktif dan sakit hati, tapi saling mendukung untuk menyerang pihak-pihak yang dituduh pernah berafiliasi dengan rezim pemerintahan Jokowi, karena di masa pemerintahan beliaulah HTI dibubarkan.
Ahmad khozinudin adalah Mantan Direktur Pusat Kajian dan Bantuan Hukum (PKBH) HTI. Berbagai manuver dia halalkan dan bertopeng sosial ingin membungkus seluruh narasi kritik untuk memakzulkan atau mengkudeta kepala negara, dan kepala pemerintahan dengan agenda menegakkan khilafah di Indonesia.
Sebagaimana pernah juga disampaikan Guntur Ramli di media bahwa Ahmad khozinudin hanya menjual khilafah menggunakan kedok Islam untuk menyebarkan kebencian setelah statementnya untuk membubarkan Densus 88. Baru ini, Khozinudin dan Faisal Sallataholy melakukan fitnah kepada Aguan dkk telah melakukan kejahatan di PIK 2.
Padahal, belum ada putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap atau keputusan hukum apapun, yang menyebutkan pihak ASG melakukan kejahatan. Mereka juga mengklaim seolah-olah mewakili seluruh masyarakat Banten tanpa ada legitimasi mandat seluruh masyarakat diwakili mereka.
Terakhir, statement di media soal ijazah asli atau palsu dibuktikan di pengadilan. Artinya, mereka menyasar ke semua kalangan dan menunggangi semua wacan nasional demi mewujudkan misi hitam mereka.
Logika sesat yang jutaan orang harus ke pengadilan apabila untuk mendapatkan pengakuan keaslian ijazah. Mereka kerap mendompleng isu untuk meraih emosi dan simpati publik untuk membuat melampiaskan dendam kesumat terhadap Jokowi pasca HTI dibubarkan, dengan mengaburkan target utama tujuan ideologis mereka di tengah-tengah masyarakat.
Ruang publik harus dikritisi dengan cara yang sehat, bukan dengan menyembunyikan agenda politik atas nama agama untuk kepentingan kelompok tertentu.
Kembali lagi, penulis mengingatkan, Pancasila bukan hanya simbol negara. Ia merupakan fondasi kebangsaan yang menyatukan keberagaman Indonesia yang banyak suku, bahasa, adat istiadat, dan agama.
Kita wajib menjaganya, bukan hanya dari eksternal HTI, tapi juga dari internal yang menyusup kedalam.
HTI telah dibubarkan, namun bukan berarti kita lengah dari mengawasi pergerakannya. Karena reaksi dan aksi Ahmad Khozinudin dan Faisal Sallatalohy mengindikasikan HTI telah dibubarkan tapi ideologi nya masih hidup.
Kita memiliki peran untuk menjaga dan merawat dari berbagai macam gangguan dan ancaman bahaya laten HTI dan memastikan tidak ada ruang bagi ideologi transnasional yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan kita di Indonesia.
Mari kita waspada terhadap bahaya laten HTI dalam kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara.
*(Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah)
Artikel Terkait
6 Tanda Ini Harus Bikin Kamu Urungkan Nikah, Nomor 3 Paling Mengkhawatirkan!
Viral! Disdik Sumut Buka Suara Soal Siswi di Gunung Sitoli Dilarang Ujian Gara-gara SPP
Nasib Bahtera Rumah Tangga Hilda Pricillya Usai Video Syur 8 Menit dengan Pratu Risal Masih Viral
Tanpa Pasir Silika, Lapangan Padel Ini Ternyata Berbahaya?