Islah di Tubuh NU: Bukan Sekadar Jargon, Tapi Agenda Perbaikan Nyata

- Jumat, 26 Desember 2025 | 19:00 WIB
Islah di Tubuh NU: Bukan Sekadar Jargon, Tapi Agenda Perbaikan Nyata

Belakangan ini, istilah islah ramai lagi diperbincangkan di kalangan Nahdlatul Ulama. Ia disebut-sebut sebagai jawaban atas pelbagai persoalan internal organisasi. Mulai dari gesekan di tubuh struktural, tarik-ulur kepentingan politik, sampai pada krisis keteladanan yang melanda sebagian elite.

Tapi, persoalan mendasarnya bukan cuma soal perlu atau tidaknya islah. Yang lebih krusial justru ini: sebenarnya, apa sih yang dimaksud dengan islah itu sendiri?

Kalau maknanya tak jelas, islah bisa dengan mudah terperosok jadi sekadar jargon politik. Alat untuk mengukuhkan kekuasaan. Atau, ya, cuma seruan normatif yang tak punya dampak nyata di lapangan.

Makna Islah: Melihat ke Akar

Secara bahasa, Iṣlāḥ berasal dari akar kata ṣhad, lam, ḥa. Intinya tentang memperbaiki, mendamaikan, mengembalikan sesuatu pada kondisi yang seharusnya. Dalam Al-Qur'an, istilah ini punya bobot yang tegas, bukan sekadar hiasan kata.

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan mereka, kecuali bisikan orang yang menyuruh kepada sedekah, kebaikan, atau ishlah di antara manusia.” (QS. an-Nisā’ [4]: 114)

Di sini, iṣlāḥ jelas berkait dengan perbaikan yang struktural dan moral. Bukan kompromi yang pragmatis. Bahkan dalam konteks konflik sekalipun, islah menuntut keadilan bukan perdamaian semu yang hanya menutupi luka. Artinya, islah bukanlah sinonim untuk "diam demi ketenangan". Justru sebaliknya, ia butuh keberanian untuk membenahi yang bengkok.

Nah, dalam khazanah ulama klasik, iṣlāḥ sering dipadankan dengan tajdīd atau pembaruan. Prinsipnya: menjaga tradisi lama yang masih baik, sambil mengambil hal baru yang lebih maslahat. Jadi, islah itu bukan pembongkaran total. Tapi juga bukan pembiaran atas kerusakan yang ada.

Islah dalam Dunia Organisasi

Lalu, bagaimana memaknainya dalam konteks organisasi seperti NU? Di sini, islah menuntut lebih dari sekadar ajakan berangkulan. Ia harus dimaknai sebagai upaya perbaikan struktural dan mekanisme kelembagaan. Bukan cuma upaya menutupi konflik biar citra organisasi tetap kinclong.


Halaman:

Komentar