Banyak yang bilang, anak petugas parkir seperti saya pasti mentok soal biaya buat kuliah S2. Tapi ternyata, musuh terbesarku bukan uang. Justru, ketidaktahuan soal aturan birokrasi yang bikin babak belur.
Bayangkan, tahun lalu aku sudah hampir pegang beasiswa LPDP. Sumpah, percaya diriku waktu itu melambung. Modal sertifikat TOEFL dari lembaga biasa, aku pikir sudah cukup. Eh, surat penolakannya datang lebih cepat dari dugaan. Alasannya klise banget: sertifikatku nggak diakui. Rasanya, mimpi hancur cuma karena urusan teknis yang sepele.
Dari situ, pelajaran pertama yang kurasakan: semangat saja nggak cukup. Kamu harus jeli, teliti banget baca panduan lembaga yang mereka akui. Jangan sampai salah langkah seperti aku.
Kegagalan itu bikin aku kembali ke titik nol. Tapi, menyerah? Itu bukan pilihan. Aku kan anak yang dulu pernah putus sekolah setahun selepas SD, harus kerja cuci motor cuma buat bisa sekolah lagi. Nah, masalahnya, buat ambil kursus TOEFL yang resmi, dananya mahal banget. Di sinilah akhirnya aku main strategi lain.
Aku putuskan daftar S2 jalur mandiri, modal nekat. Soal biaya hidup, ya harus dicari akal. Akhirnya, aku kembali ke "rumah" kedua: Masjid.
Artikel Terkait
Diskusi Buku Reset Indonesia di Madiun Dibubarkan Paksa, Panitia Bingung
Polisi Selidiki Lokasi Eksekusi Mahasiswi UMM yang Ditemukan Tersangkut di Sungai
Jumadil Akhir: Mengapa Bulan di Padang Pasir Dinamai dari Kata Beku?
Ledakan di Gaza Tewaskan Enam Warga, Termasuk Bayi Empat Bulan