Kenyamanan yang dirasakan Ade sebagai pengusaha yang berkuasa rupanya membuatnya lupa diri. Kekuasaan yang dipegangnya berjalan absolut, dan diwarnai dengan berbagai kecurangan. Pola seperti ini, sayangnya, bukan cuma milik eksekutif. Sudah merambah ke partai politik, legislatif, bahkan lembaga yudikatif. Prinsip power tends to corrupt itu berlaku di mana-mana.
Di sisi lain, pola serupa ternyata berulang di berbagai daerah. KPK baru-baru ini juga menggelar OTT menangkap Bupati Lampung karena kasus korupsi. Daerah lain seperti Kalimantan dan Papua pun tak luput. Tapi ada yang menarik. Banyak dari kasus ini barang buktinya nilainya ‘hanya’ ratusan juta, bahkan di bawah satu miliar rupiah.
Hal ini memunculkan dugaan. Sepertinya KPK kini bekerja berdasarkan target jumlah kasus dan penangkapan. Akibatnya, kualitas pemberantasan korupsi justru terancam menurun. Padahal, yang penting bukan kuantitasnya, bukan berapa banyak yang ditangkap. Melainkan kualitas kasus korupsi yang diberantas. Menangkap koruptor gurem memang perlu, tapi jangan sampai mengabaikan para pelaku yang merusak sistem dengan nilai kerugian yang jauh lebih besar.
Dr. G. Moenanto Soekowati, M.I.Kom, Peneliti pada Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI).
Artikel Terkait
Ustaz Zaky Dituduh Pinjam Rp97 Juta dan Janji Nikah Palsu ke Jemaah Bercadar
TNI Kerahkan 36 Ribu Personel untuk Tangani Darurat Bencana di Sumatera
Putra Politisi PKS Tewas dengan 19 Tusukan di Rumah Sendiri
Gelar Karya Vokasi 2025: Kolaborasi Nyata Lahirkan Inovasi dan Kepercayaan Diri