Lalu, bagaimana dengan anggapan bahwa polisi yang ditugaskan di instansi lain otomatis berstatus sipil? Mahfud menggeleng. Itu keliru. Semua harus sesuai bidang tugas dan profesinya.
“Misalnya, meski sesama dari institusi sipil, dokter tidak bisa jadi jaksa, dosen tidak boleh jadi jaksa, atau jaksa tak bisa jadi dokter,” ujar mantan Menko Polhukam itu memberi analogi.
Sebenarnya, MK sudah memberi kepastian. Putusan pada 14 November 2025 itu tegas: polisi yang duduk di jabatan sipil harus melepas statusnya. Putusan itu menghapus celah hukum yang selama ini dipakai, yaitu klausul ‘penugasan dari Kapolri’ dalam penjelasan UU Polri. MK menilai frasa itu rancu dan bikin hukum jadi tak pasti.
Namun begitu, tak lama setelah putusan MK, Perpol 10/2025 justru diterbitkan. Dhahana Putra dari Kementerian Hukum mengundangkannya pada 10 Desember.
Lembaga yang dimaksud dalam aturan baru ini cukup banyak. Mulai dari Kemenko Polhukam, Kementerian ESDM, Hukum, hingga lembaga seperti BIN, BSSN, dan KPK. Juga ada OJK, PPATK, BNPT, dan Badan Narkotika Nasional.
Jadi, meski aturan sudah berjalan, kritik dari pakar hukum konstitusi seperti Mahfud ini menunjukkan bahwa perdebatan soal dasar hukumnya belum benar-benar usai. Ada ketegangan antara keputusan lembaga peradilan dan kebijakan yang diterbitkan institusi.
Artikel Terkait
Pendukung Prabowo Berang: Lingkaran Istana yang Meludahi Perintah Presiden
Serangan Drone di Sudan Tewaskan Enam Pasukan Perdamaian PBB, Disebut Kejahatan Perang
Di Balik Deru Pesawat, Warga Kelaparan Menanti Bantuan
Dandhy Laksono: Indonesia Bisa Jadi Negara Miskin dalam 20 Tahun