Krisis Lingkungan dalam Kacamata Al-Quran: Ketika Alam Bertasbih dan Manusia Lupa Amanah

- Rabu, 10 Desember 2025 | 16:00 WIB
Krisis Lingkungan dalam Kacamata Al-Quran: Ketika Alam Bertasbih dan Manusia Lupa Amanah

Alam Bertasbih, Manusia Berkhalifah: Menghidupkan Kembali Etika Lingkungan dalam Perspektif Al-Qur'an

Oleh: Agus Abubakar Arsal
Institut Peradaban, Pusat Kajian Tauhid & Ekologi

Sungai tercemar. Hutan menyusut. Iklim berubah drastis. Biasanya, kita menyebutnya krisis teknis atau politik. Tapi coba kita lihat lebih dalam. Menurut Al-Qur'an, ini sebenarnya adalah krisis spiritual dan moral. Bumi yang "sakit" itu cermin dari hubungan yang rusak antara manusia dengan tugas sucinya sebagai khalifah. Artikel ini mencoba menelusuri bagaimana kitab suci memandang relasi kita dengan alam bukan cuma urusan material, tapi sebuah hubungan segitiga suci yang penuh tanggung jawab moral dan punya konsekuensi hingga akhirat.

Pertama-tama, Al-Qur'an mendobrak pandangan materialistik yang menganggap alam benda mati. Langit, bumi, gunung, bahkan burung-burung, digambarkan sebagai entitas yang hidup dan aktif menyucikan Penciptanya.

Konsep "tasbih universal" ini jadi fondasi penting. Alam bukan sumber daya bisu, melainkan jaringan makhluk yang punya hubungan transendental dengan Allah. Nah, manusia yang dikasih keistimewaan akal, seharusnya paham dan menghormati harmoni kosmis ini. Bukan malah mengacaukannya.

Di tengah simfoni tasbih alam itu, manusia ditetapkan sebagai khalifah di muka bumi. Tugas ini adalah amanah, bukan tiket untuk eksploitasi seenaknya. Intinya adalah imarah al-ardh memakmurkan, merawat, dan mengelola dengan bijak.

Prinsip kuncinya adalah menjaga mizan, keseimbangan.

Jadi, setiap tindakan serakah, setiap pencemaran, itu pada dasarnya pengkhianatan terhadap amanah kekhalifahan kita sendiri.

Lalu, seberapa serius Islam memandang kerusakan lingkungan? Sangat serius. Karena dampaknya langsung mengancam tujuan tertinggi syariah: menjaga jiwa, akal, keturunan, dan harta. Di sini, QS. Al-Ma'idah ayat 32 memberikan penegasan moral yang cukup menggetarkan.

Memang, ayat ini secara harfiah membahas hukuman atas pembunuhan. Tapi prinsip moral di baliknya sangatlah dalam. Ayat ini menetapkan sebuah proporsionalitas dosa: membunuh satu jiwa tanpa hak disetarakan dengan membunuh seluruh manusia. Nah, prinsip inilah yang bisa kita analogikan ke kerusakan lingkungan masa kini.


Halaman:

Komentar