"Tidak hanya saya menteri kehutanan mana pun tidak mungkin berani. Kalau memberi izin di Tesso Nilo, maka dia langsung masuk penjara," sambung dia, menegaskan posisinya.
Lalu, kenapa Tesso Nilo bisa rusak? Zulhas beralih ke narasi sejarah. Kerusakan itu, klaimnya, sudah berawal sejak gelombang Reformasi 1998. Kawasan itu diserbu dan kini dihuni puluhan ribu penduduk. "Sekarang ada sekitar 50 ribu masyarakat di sana. Banyak yang bilang salah saya, ya sudah, saya terima saja," katanya, mengulang sikap pasrah.
Ia bahkan bercerita tentang pertemuannya dengan pihak Amerika yang menanyakan kenapa para perambah itu tidak ditangkap saja. "Saya bilang, itu perambah, itu pidana, ranahnya hukum. Tapi kan tidak enak kalau saya ngomong, 'Kenapa tidak ditangkap?' Tidak boleh begitu," ujarnya, menggambarkan dilema yang dihadapinya dulu.
Pujian untuk Era Baru dan Satgas Prabowo
Namun begitu, ada titik terang yang ia lihat sekarang. Sebagai Ketua Umum PAN, Zulhas menyebut baru di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto ada langkah konkret. "Saya bersyukur. Walaupun saya menunggu Pak Prabowo 15 tahun, saya bersyukur," ucapnya.
Ia menyoroti kerja Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dipimpin Menteri Pertahanan. Menurut Zulhas, satgas inilah yang kini berhasil mengamankan kawasan. "Sekarang sudah 4 juta ini baru 4 juta hektare, nanti akan jadi 6 juta hektare. Ini yang elegan," katanya dengan semangat.
"Dari 4 juta hektare ilegal, yang paling banyak ada di Sumatera Utara dan di Riau. Baru sekarang berhasil ditangani, dulu tidak berhasil," pungkas Zulhas, menutup pembelaannya dengan sebuah klaim kemajuan yang, menurutnya, baru terjadi belakangan ini.
Artikel Terkait
Ketika Pernikahan Beda Agama Berakhir di Ruang Sidang
Kalbar 2025: Sepuluh Aksi Kriminal yang Mengoyak Rasa Aman
Bareskrim Naikkan Status Kasus Pembalakan Liar Pemicu Banjir Sumut ke Penyidikan
Embung Kemiling Capai 70 Persen, Target Tuntas Pertengahan Bulan Ini