Di Hotel Bidakara, Tebet, suasana peringatan Hari Disabilitas Internasional yang digelar Partai Gerindra terasa hangat. Senin lalu, Wakil Ketua Dewan Pembina DPP partai itu, Hashim Djojohadikusumo, berbicara blak-blakan. Ia menegaskan, keberpihakan mereka pada penyandang disabilitas bukanlah hal baru. Komitmen ini, klaimnya, sudah ada jauh sebelum Gerindra memegang kendali politik.
Hashim lalu membuka memori tentang masa-masa awal partainya. Saat itu, posisi Gerindra boleh dibilang belum signifikan.
“Waktu itu, Gerindra itu partai bocil, partai gurem,” kenangnya dengan nada khas.
“Nggak diperhitungkan, nggak dianggap, dianggap remeh. Kita partai kedelapan di DPR, nomor delapan, partai yang termasuk paling kecil.”
Tapi ia tak mau kecil hati. Justru di situlah semangatnya tumbuh. “Tapi paling kecil, tapi cukup gesit,” ujarnya disambut riuh.
Menurut sejumlah saksi, gesitnya itu terbukti. Hashim bercerita, sejak 2013 ketika kelompok disabilitas berupaya audiensi dengan DPR, fraksi Gerindra konsisten merespons. Bagi dia, ini bukan sekadar politik. Ini soal identitas.
“Kita didirikan untuk melayani yang tertindas, yang termiskin, yang tertinggal,” tegas Hashim. Itulah landasannya.
Narasi panjang itu berlanjut ke sebuah pertemuan penting di Balai Kartini, April 2013. Saat itu, Hashim mendapat tugas mewakili langsung Prabowo Subianto yang masih menjabat Ketua Dewan Pembina. Di hadapan banyak pihak, ia menyampaikan sesuatu yang berani.
“Saya berjanji dan bersumpah atas nama beliau bahwa Partai Gerindra akan memperjuangkan terwujudnya suatu Undang-Undang Disabilitas,” ucap Hashim kala itu.
Tujuannya jelas: menggantikan aturan lama, Undang-Undang Penyandang Cacat, yang dinilai sudah tak lagi sesuai.
Artikel Terkait
AKBP Ojo Ruslani Bongkar Modus Penipuan E-Tilang Palsu
Kapolres Tuban Dicopot, Diduga Minta Setoran dan Potong Anggaran
KontraS Soroti Katastrofe HAM di Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran
Membaca 15 Menit Sehari: Indonesia Tertinggal di Tengah Banjir Konten Digital