"Jadi saya diperintah Ibu saya almarhum, 'tiap hari itu nak harus memberikan bantuan'. Dalam Islam ayatnya jelas. Orang baik itu, kata agama saya Al-Qur'an, orang yang berguna dan memberi, dia senang ataupun susah," kenangnya.
"Ajar itu saya praktikkan. Saya setiap hari harus memberi, pak. Dulu saya dihujat karena saya mau memberi uang. Setiap hari itu kebiasaan mulai kecil, susah maupun senang. Saya mulai 6 tahun 7 tahun sudah biasa berbagi," sambungnya.
Kebiasaan itulah yang ia bawa hingga kini, terutama saat mendatangi daerah bencana. Menurutnya, membawa beras langsung sudah seperti ritual. Tak cuma itu, ia juga selalu menyiapkan bantuan lain.
"Setiap pas saya ke daerah, tanya teman-teman saya, saya membagi beras. Biasa saya gotong beras itu bisa, bisa 500 bisa 1.000, 5 kilo biasa itu," katanya menerangkan.
Lalu ia menyinggung sebuah kebiasaan unik. Peci yang ia kenakan rupanya tak hanya sekadar penutup kepala.
"Terus kantong saya itu dalam peci mesti ada uang, dan saya kalau pulang ke rumah sudah kosong isinya. Itu tiap hari," ujarnya.
Ia menyadari kebiasaannya ini mungkin terlihat aneh bagi sebagian orang. Namun, Zulhas memilih untuk tak ambil pusing.
"Tapi mungkin buat yang lain aneh ya, gapapa. Saya juga maafkan," tutupnya dengan senyum.
Artikel Terkait
Kebakaran Jakarta Renggut Nyawa Alumni Terbaik Teknik Geofisika Itera
Pesan Pamitan Ervina di Balik Kobaran Api Kemayoran
Gus Yahya Tegaskan Rapat Pleno NU Fokus Program, Bukan Polemik Ketum
Garuda Muda Berjuang Hidup-Mati Lawan Myanmar, Nasib Bergantung Hasil Laga Lain