Mundur Demi Harga Diri? Di Indonesia, Itu Hanya Imajinasi

- Sabtu, 06 Desember 2025 | 15:00 WIB
Mundur Demi Harga Diri? Di Indonesia, Itu Hanya Imajinasi

Mundur dengan Elegan? Mustahil Rasanya...

Isu pengunduran diri menteri terkait bencana di Sumatra terus bergulir. Tapi, benarkah ada yang akan benar-benar mengundurkan diri? Jawabannya, sepertinya mustahil. Setidaknya, itulah kesan yang muncul melihat realitas politik kita.

Ada tiga nama yang kerap disebut. Pertama, Raja Juli Antoni, yang punya kewenangan di bidang perizinan dan pengawasan kehutanan. Lalu ada Bahlil Lahadalia, Menteri ESDM yang mengurusi izin tambang dan pemanfaatan kawasan hutan. Selanjutnya, Hanif Faisol dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang bertanggung jawab atas penerbitan izin AMDAL.

Menurut Iqbal dari GreenPeace, bencana seperti ini menunjukkan ada fungsi yang tak berjalan.

Iqbal bahkan tak menutup kemungkinan untuk langkah hukum. Kritik tajam seperti ini patut diapresiasi. Dalam perjalanan sebuah negara, memang selalu ada momen di mana seorang pemimpin dihadapkan pada pilihan terberat: bertahan di kursi terhormat, atau melepaskannya demi kehormatan yang lain. Sayangnya, di Indonesia, skenario kedua itu amat langka. Bahkan bisa dibilang, mustahil.

Bayangkan saja. Di sebuah ruang kerja menteri yang megah, seorang pejabat mungkin sedang termenung. Di luar jendela, senja menyapu langit, sementara di Sumatra, duka masih mendalam. Laporan-laporan bencana bertebaran di mejanya longsor, banjir bandang, kerusakan masif. Setiap halaman seolah berteriak tentang kegagalan. Kegagalan sistem, mitigasi, atau mungkin koordinasi. Tapi yang paling menusuk adalah pertanyaan: apakah kebijakannya sendiri sudah cukup?

Dalam kesunyian itu, mungkin terlintas keraguan. Apakah ia masih pantas duduk di sini? Jabatan adalah amanah, begitu prinsipnya. Pemimpin harus siap memikul tanggung jawab ketika keadaan memburuk. Namun, realitanya berbeda. Banyak yang memilih bertahan. Alasannya beragam: agar program tetap jalan, atau sekadar karena mundur dianggap sebagai aib.


Halaman:

Komentar