Rizal juga menyoroti bencana alam. Banjir dan longsor hebat di Aceh, Sumut, dan Sumbar beberapa waktu lalu, dianggapnya sebagai tamparan keras. Kayu gelondongan yang hanyut di arus banjir dianggap sebagai penampakan nyata dari praktik perusakan hutan.
“Itu fakta dari kerusakan yang terjadi pas masa Jokowi memerintah. Masa di mana pejabat dan aparat main kayu. Mereka ini mafia oligarki,” tutur Rizal.
Masih menurut dia, tahun 2026 akan menjadi tahun pembongkaran. Kasus korupsi Whoosh dan Proyek Strategis Nasional (PSN), pengkhianatan negara di Morowali dan PIK, sampai soal “rumah keserakahan” Jokowi, semua akan mendera. Gibran, sang harapan, diprediksi semakin goyah dan tak mampu bertahan. Prabowo pun terpaksa melepaskannya. Luhut, sang pelindung, semakin uzur dimakan usia dan dosa.
“Pintu kehancuran Jokowi terbuka lebar,” tandasnya.
Rizal menegaskan, gelombang tekanan dari rakyat akan menguat. Kesadaran bahwa negara dijajah mafia dan diinjak oligarki kian menyebar. Kesengsaraan hidup dan ruang gerak yang sempit membuat dada sesak. Api perlawanan mulai tersulut. Dan kali ini, kata dia, tidak ada lagi pilihan lain.
Ulang tahun 2026 nanti, fokus perjuangan akan bergeser. Tuntutan utama: agar Jokowi ditangkap dan diadili, lalu Gibran dipecat. Jokowi dan keluarganya akan menjadi simbol perlawanan terhadap kemunafikan, keserakahan, dan kejahatan.
“Semua jaringan akan terputus. Mereka lari tunggang-langgang. Para pengacara masuk gorong-gorong, sembunyi ketakutan. Pembiayaan pun jadi tidak berarti lagi,” jelas Rizal.
Ia menutup pernyataannya dengan penekanan. “2026 adalah tahun kehancuran Jokowi. Tahun kehancuran kepalsuan Jokowi, famili, dan kroninya.”
Artikel Terkait
Bansos, Bencana, dan Dana Jabatan: Tiga Ujian yang Sering Gagal
Kabupaten Bandung Darurat: 15 Kecamatan Porak-Poranda Diterjang Banjir dan Longsor
Tiga Warga Tertimbun, Pencarian di Bandung Berlanjut di Tengah Medan Sulit
Korban Banjir Sumatera Tembus 883 Jiwa, 520 Orang Masih Dicari di Tengah Puing