Sore itu, di Pemakaman Wakaf Masjid Al Muflihun, Jakarta Selatan, langit seolah ikut berduka. Guyuran hujan menemani prosesi pemakaman Alvaro Kiano Nugroho, Kamis (4/12) lalu. Suasanya begitu berat, sunyi hanya terpecah oleh isak tangis.
Dari antara pelayat, suara Arum, ibu Alvaro, yang paling menyayat. Tangisnya tak terbendung, mengiringi setiap lembar tanah yang menutupi pusara putra semata wayangnya yang baru berusia 6 tahun itu. Bocah malang yang menjadi korban penculikan dan pembunuhan oleh ayah tirinya sendiri.
Dari pantauan di lokasi, Arum terlihat limbung. Dia duduk bersandar di samping nisan, ditemani sang ayah dan beberapa keluarga dekat. Bahkan setelah proses penguburan dinyatakan selesai dan doa-doa telah dipanjatkan, Arum masih tak beranjak. Tangisannya pecah lagi, lebih keras, memenuhi sudut-sudut hening pemakaman.
Butuh waktu lama. Keluarga akhirnya harus membopongnya perlahan, membantu Arum berdiri dan akhirnya meninggalkan tempat peristirahatan terakhir Alvaro. Sebuah perpisahan yang mustahil untuk direlakan.
Proses pemakaman ini baru bisa dilakukan setelah kepastian yang pahit datang. RS Polri telah mengumumkan hasil tes DNA kerangka yang ditemukan di Kali Cirewed, Bogor.
Artikel Terkait
Indonesia Galang Dukungan Global di WIPO untuk Reformasi Royalti Musik
Bencana atau Kesalahan? Saatnya Gugat Negara dan Korporasi Atas Banjir dan Longsor
KPRP Desak Kapolri Bebaskan Dua Aktivis Lingkungan yang Ditahan Polrestabes Semarang
Doktor dan Video Kontroversial: Ulangi Popularitas Lewat Konten Kosong?