Setiap detik yang berlalu seharusnya jadi peluang bagi Presiden untuk bertindak tegas. Situasi negara makin tak terkendali. Penghianat negara seenaknya merampas kekayaan, bebas menguras sumber daya alam, sementara banjir bandang terjadi di sana-sini.
Dan semua ini, lagi-lagi, tenggelam dalam drama.
Sutoyo melanjutkan dengan nada sinis. Di panggung ini, mata uang adalah citra. Modal adalah persepsi. Kekuasaan tak lagi bicara soal kinerja nyata, melainkan seberapa manis narasi dongengnya dan seberapa dalam dramanya. Politik Indonesia konsisten dalam satu hal: kebenaran selalu dikalahkan oleh dramatisasi dan gombalan.
“Politik berubah jadi pasar bebas drama ala masyarakat barbar dan primitif. Siapa paling pandai tampil, paling laku,” katanya.
Sandiwara politik kini makin halus, kreatif, dan tentu saja, manipulatif.
“Kekuasaan tidak dibangun oleh integritas, tetapi oleh kemampuan memainkan drama panggung politik kelas bangsa primitif,” tandasnya tegas.
“Elite berganti, presiden berganti, partai berganti. Tapi panggung sandiwaranya tetap sama. Cuma aktornya yang berbeda.”
Baginya, akar masalahnya ada pada kultur politik patrimonial yang menganggap kekuasaan sebagai hak, bukan amanah. Publik pun mudah terpukau oleh pencitraan visual. Politik lebih mirip industri hiburan ketimbang urusan mulia membangun bangsa. Ditambah institusi negara yang lemah, hukum dan demokrasi yang mudah dipelintir untuk kepentingan segelintir elite.
“Selama struktur kekuasaan tak berubah, selama publik cuma jadi penonton pasif, dan selama kebenaran dianggap fleksibel, politik Indonesia akan terus berputar dalam pusaran kebohongan,” jelasnya.
Di akhir pernyataannya, Sutoyo menghela napas. Gila beneran gila, rakyat masih saja terpukau oleh panggung itu. Para elite akan terus menulis naskah baru, mengganti aktor lama, tapi mempertahankan plot yang sama usang. Siapa yang paling pandai berbohong dan memainkan peran, dialah yang berkuasa.
Artikel Terkait
UGM Kembali Revisi Tanggal Kelulusan Jokowi, Kini Jadi 23 Oktober 1985
Mendagri Tito Desak Digitalisasi Bansos: Agar Tepat Sasaran, Tak Lagi Salah Alamat
Indonesia Galang Dukungan Global di WIPO untuk Reformasi Royalti Musik
Bencana atau Kesalahan? Saatnya Gugat Negara dan Korporasi Atas Banjir dan Longsor